Rabu, 16 September 2015

KSATRYA WREDA : PARA KSATRIA RENTA YANG DICAMPAKKAN


          Pada hari minggu tanggal 13 September 2015 lalu, pihak Yayasan Perguruan Ksatrya mengadakan pementasan drama musikal yang berjudul “Ksatrya Wreda” di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Mardzuki, Jakarta Pusat. Dengan disutradarai oleh Bambang Ismantoro atau Be’i yang merupakan jebolan Dapur Teater, drama ini mengisahkan tentang tekad seorang guru yang mendidik dengan ketulusan dan kebulatan hati. Sesuai dengan jargon yang diusung drama tersebut, yaitu : Belajar Dengan Hati Suci, Mengajar Dengan Cinta Suci, Korupsi Tak Perlu Hati. Diangkat berdasarkan kisah nyata dengan sedikit dibumbui adegan yang didramatisir agar jalan ceritanya jadi semakin menarik untuk diikuti. Latihan drama dimulai sejak bulan April, sehingga sudah beberapa kali terjadi pergantian pemain dan kru.

Empat tokoh didalam drama Ksatrya Wreda : pak Suheli, pak Dzul, pak Koentadi, dan pak Moelyono.
           Pementasan ini melibatkan pelajar-pelajar SMA, SMK dan SMP Ksatrya, para alumni Yayasan Perguruan Ksarya, anggota PALAPSA (Pencinta Alam Ksatrya), juga beberapa pihak luar yang memiliki kontribusi yang sangat berarti bagi suksesnya acara ini. Untuk memacu semangat para pemainnya, sang ketua yayasan beberapa waktu lalu mengatakan akan kembali menghidupkan teater Ksatrya yang dulu pernah ada dan berjaya. Rencana ini pun disambut hangat oleh sebagian kalangan.

Poster Ksatrya Wreda
                               


MEREKA YANG BERKONTRIBUSI :
    
           Berikut ini adalah mereka yang terlibat didalam pementasan Ksatrya Wreda, baik para pemeran maupun mereka yang terlibat dibalik layar:
1.   Bambang Ismantoro (Sutradara)


2. Suwardi Sulaiman (Produser)


3. Nunung Herina (Pimpinan Produksi)


4. Gandjar Dewa Artha (Wakil Pimpinan Produksi)



5.   Bambang Suhermanto (Set Artistik)


6.   Nico Nainggolan (Penata Musik)


7.   Decky Setiawan (Penata Tari)


8.   Lucan (Properti)


9.   Jumiati (Konsumsi & Pemeran Mpok Siti)


10.   Theresia (Bendahara)


11.   Ivan Saputra (Pemeran Sulaiman)


12.   Maulana (Pemeran Raksa)


13.  Djati Sudoyo (Pemeran Pak Koentadi)


14.  Kardi (Pemeran Mbah Dukun)


15.  Rivai (Pemeran Pak A.T Effendi & Ketua Yayasan Lama)


16.  Syahril (Pemeran Pak Moeljono)


17.  Ahmad Isa (Pemeran Pak Suheli)


18. Hendi Roswandi (Pemeran Pak Dzulkarnain)


19.  Heri (Pemeran Pak Tugiyo)


20.  Desca Intan (Pembaca Puisi & Pembawa Acara)


21.  Slamet Rahardja (Pemeran Pak Sugiyanto & Petugas PMR)


22.  Ade Kustini (Seksi Kostum Pemain)


                             


           Awal cerita muncullah sosok legendaris dari sayap panggung, yaitu pak Koen yang diperankan oleh Djati Sudoyo, yang sedang berdiri diluar gerbang sekolah sambil mengamati para pelajar SMP yang baru saja datang. Hiruk pikuk para penonton pun terdengar bergemuruh dari tribun tengah. Ada yang memberi aplaus kepada sang pemeran pak Koen, namun ada juga yang sepertinya tidak puas dengan melihat kenyataan bahwa pak Koen jadi sekurus itu. Pak A.T Effendi datang menyambut pak Koen, untuk kemudian ia berpamit diri. Lonceng dibunyikan oleh pak Tugiyo, ia lalu menutup gerbang dan menguncinya. Tak lama kemudian, anggota paduan suara SMP Ksatrya kala itu mulai berkumpul ditengah lapangan, mereka lalu menyanyikan lagu Mars Ksatrya. Para penonton mulai terbawa suasana, mereka seperti merasakan kembali masa-masa kala mereka masih bersekolah di perguruan tersebut, sehingga tanpa diminta pun akhirnya mereka ikut menyanyikannya.

Paduan Suara SMP Ksatrya menyanyikan lagu Mars Ksatrya di awal pertunjukan.
           Di segmen berikutnya muncul seorang anak muda yang ditemani kakak perempuannya, mereka berniat untuk menemui pak Suheli. Anak muda itu adalah Sulaiman, yang tidak lain manifestasi dari sang ketua yayasan, yang didalam cerita ini dikukuhkan sebagai tokoh yang akan melanjutkan perjuangan para Ksatrya Wreda. Ternyata, Sulaiman sebelumnya sudah mengintimidasi wali kelasnya agar dinaikkan ke kelas III. Dan memang pada akhirnya pak Suheli mengizinkan anak muda itu naik ke kelas III juga.

Pak Suheli tengah berbincang dengan Sulaiman dan Mpok Siti.
           Sulaiman muda menjadi sorotan bagi para pelajar SMP, bahkan pak Koentadi pun tertarik dengan perilaku anak muda tersebut. Diceritakan disini bahwa Sulaiman selalu memiliki masalah dengan beberapa guru, diantaranya pak Suheli. Ada satu adegan dimana pak Suheli menghukum Sulaiman yang saat itu tertangkap basah tengah merokok disudut ruangan, selain itu ada juga adegan saat Sulaiman disuruh meloncat-loncat dengan satu kaki ketika ia mengenakan celana yang ukurannya tidak sesuai dengan yang ada di tata tertib sekolah. Dimata guru-guru, Sulaiman hanya seorang pelajar nakal yang minim prestasi. Tapi tidak demikian dimata pak Koentadi, ia melihat potensi Sulaiman dari sudut pandang yang lain. Sulaiman yang secara psikologis merasa terkucil dari pergaulan karena ulahnya, secara perlahan mulai diangkat rasa percaya dirinya oleh pak Koentadi. Ia memberikan dorongan moral kepada Sulaiman yang pada saat itu digambarkan mulai jadi sosok yang apatis ditengah-tengah lingkungan dan pergaulannya.

Pak Koentadi sedang memberikan support kepada Sulaiman yang dianggapnya berbeda dari pelajar-pelajar yang lain.
           Rasa percaya diri itu akhirnya muncul manakala Sulaiman merasa tertantang untuk ambil bagian didalam suatu penjelajahan. Perlahan-lahan, karakter angkuh dan acuh tak acuh itu segera pudar seiring berjalannya waktu. Rasa simpati terhadap pak Koentadi mulai tumbuh, bahkan ia tidak segan-segan menolong rekannya yang mengalami kecelakaan pada saat menjelajah medan. Rupanya, ketulusan pak Koentadi dalam mendidik mampu meluluh lantakkan keangkuhan seorang Sulaiman.

Sulaiman dan beberapa rekannya sedang menolong salah seorang anggota penjelajahan yang terjatuh.
           Waktu terus berlalu, Sulaiman sudah beranjak remaja. Ia tidak lagi berstatus sebagai pelajar SMP, namun ia sudah menjadi pelajar SMA. Sekali waktu Sulaiman datang lebih awal, bahkan pak Tugiyo pun belum membuka pintu gerbang sekolah. Kepribadian Sulaiman terlihat mulai sedikit tenang dan ramah, namun ketenangan itu harus sirna manakala darah mudanya bergejolak akibat melihat seorang pelajar wanita yang tengah digoda oleh seorang pelajar pria. Perkelahian tak bisa dielakkan, Sulaiman baku hantam dengan lelaki tadi. Sulaiman berhasil merobohkan lawannya, sang pelajar wanita pun histeris hingga dua orang teman pelajar yang roboh itu mulai berdatangan. Sulaiman nyaris dikeroyok oleh kedua pelajar tersebut, beruntung pak Tugiyo berhasil melerai mereka. Perkelahian terhenti, para pelajar itu pergi meninggalkan pelataran parkiran sekolah. Tidak jauh dari pusat keributan tadi, tampak sepasang mata licik yang menyelisik keadaan dan bergumam sendiri diantara ambisi yang sekian lama telah ia sembunyikan.

Beginilah cara Sulaiman memberi pelajaran kepada salah seorang pelajar yang tengah menggoda siswi di sekolahnya.
           Malapetaka mulai datang tanpa disadari oleh mereka yang selama ini menjadi ujung tombak di Yayasan Perguruan Ksatrya. Raksa, si tukang sapu sekolah itu, perlahan menyimpan ambisi besar untuk bisa menguasai perguruan ini. Strategi licik ia jalankan, bahkan ia tak segan-segan untuk meminta bantuan dari seorang dukun. Setelah ketua yayasan lama yang tua renta mulai sakit-sakitan, Raksa segera mengumbar janji pada orang tua itu bahwa ia bisa membuat perguruan ini menjadi panutan bagi dunia pendidikan sejagad raya. Rupanya ketua yayasan percaya dengan omongan Raksa, hingga akhirnya Raksa pun didapuk menjadi ketua yayasan yang baru.

Raksa sedang berusaha mengambil hati ketua yayasan yang lama.
           Alkisah, Raksa mulai menikmati jabatannya dan hidup bergelimang harta. Sang dukun yang juga merupakan guru spiritualnya memberikan sebuah pusaka berupa cemeti, yang bisa digunakan manakala ia tengah berada didalam keadaan yang sangat genting. Raksa juga diajarkan melakukan ritual yang wajib ia laksanakan untuk bisa memperlancar segala ambisinya itu. Dengan keadaannya yang berada diatas angin tersebut, Raksa akhirnya mulai kehilangan kendali dengan memecat guru-guru lama dan menyalahgunakan dana demi memenuhi kepentingan pribadinya saja. Unjuk rasa dari berbagai elemen pelajar yang mengenyam pendidikan di perguruan itupun meledak. Mereka mendesak Raksa untuk segera mundur dari jabatannya dan diadili sesegera mungkin. Sayangnya, pekik lantang suara mereka mampu diredam oleh aksi brutal para serdadu bayaran kepercayaan Raksa.

Unjuk rasa para pelajar perguruan Ksatrya kocar-kacir diamuk para serdadu bayaran kepercayaan Raksa.
           Rasa marah atau mungkin juga karena sakit hati lantaran jasa-jasa mereka tidak dihargai, keempat guru tadi, yaitu pak Koentadi, pak Moeljono, pak Suheli dan pak Dzulkarnain, akhirnya membuat konspirasi untuk bisa menggulingkan Raksa dari posisinya. Mereka sudah bertekad untuk perang melawan eks tukang sapu sekolahan tersebut. Pertempuran tak seimbang pun terjadi, keempat guru terlibat pertarungan dengan sang tirani. Segala kemampuan mereka kerahkan, namun bagaimanapun juga mereka hanyalah ksatrya renta yang sudah ompong dimakan usia senja, tak sebanding dengan Raksa yang muda dan memiliki kekuatan dibalik cemeti saktinya. Keempat ksatrya tua itu akhirnya tumbang satu-persatu, Raksa tetap unggul tak tertandingi.

Satu-persatu para Ksatrya Wreda tumbang oleh kesaktian yang dimiliki Raksa.
        
           Pak Koentadi meratapi kekalahannya, sekaligus mengumpat atas ketidak mampuannya dalam mengalahkan Raksa. Ia menyanyikan lagu Mars Ksatrya dengan nada gemetar dan sedikit putus asa, ketiga guru tua yang lain terbangun. Mereka kembali terlibat didalam suatu percakapan yang isinya tak lain adalah bagaimana cara menumbangkan Raksa yang semakin hari semakin menggila saja. Pak Koentadi tiba-tiba teringat dengan seorang anak muda yang dulu pernah dipandang sebelah mata oleh orang-orang, anak muda itu adalah Sulaiman. Perdebatan kecil terjadi diantara keempat orang itu, pak Suheli dan pak Dzulkarnain tampak tidak terlalu yakin dengan kemampuan Sulaiman untuk menggulingkan Raksa beserta kroni-kroninya.

Pak Koentadi mencoba membangkitkan kembali semangat para Ksatrya Wreda untuk terus melawan sepak terjang Raksa.

           Kabar tentang sepak-terjang Raksa semakin santer terdengar dikalangan para alumni perguruan tersebut. Hingga akhirnya Sulaiman tua merasa terpanggil untuk mengakhiri kekisruhan yang selama ini terjadi. Bertemulah pak Koentadi dengan Sulaiman tua, sang guru mengungkapkan segala keluh kesahnya juga berharap Sulaiman bisa menyelamatkan perguruan para ksatrya itu dari kearogansian sang Raksa. Dibawah panji Ksatrya, Sulaiman tua mulai memberanikan diri untuk melawan tirani. Terjadilah laga satu lawan satu antara Raksa melawan Sulaiman. Beberapa kali Raksa menyabetkan cemeti pusakanya namun Sulaiman tetap tidak bergeming sedikit pun, kesaktian cemeti itu sudah hilang ! Raksa yang merasa terancam keselamatannya segera memanggil para serdadu bayarannya untuk menghabisi Sulaiman, namun Sulaiman berhasil menyadarkan para prajurit tersebut sehingga malah Raksa yang pada akhirnya pontang-panting diburu serdadu-serdadunya sendiri.

Pertempuran satu lawan satu antara Raksa versus Sulaiman.
           Suasana medan pertempuran kembali hening, hanya ada Sulaiman tua yang tetap berdiri tegak sambil menggenggam bendera Ksatrya. Kemudian ia bersimpuh didalam kegelapan, tak lama kemudian ia menyanyikan lagu “Cinta Putih” ciptaan almarhum pak Koentadi disertai ayunan pijar-pijar lampu yang dibawa oleh para pemain dari berbagai penjuru. Semua pemain itu berkumpul diatas panggung, dibelakang Sulaiman sambil tetap mengayun-ayunkan lampunya. Cahaya pun segera merebak, menerpa pelataran panggung yang mulai dipenuhi oleh para pemain dan kru Ksatrya Wreda. Seiring lagu selesai dinyanyikan, seluruh kru dan pemain tersebut mulai merapatkan barisan, bergandengan tangan untuk kemudian memberi hormat kepada semua pengunjung yang menyaksikan. Sontak gemuruh tepuk tangan para penonton mulai mengisi seluruh ruangan Graha Bhakti Budaya malam itu. Alhamdulillah, Ksatrya Wreda berlangsung lancar tanpa ada hambatan yang berarti.

Para pemain pendukung turut mengisi panggung pada bagian akhir pertunjukkan.

                               


OPINI PRIBADI :

           Meski Ksatrya Wreda sempat dicemooh oleh sebagian kalangan yang pesimis pertunjukan ini bisa terlaksana dengan baik, namun kami tetap bertekad membuktikan bahwa kami bisa melakukannya walaupun sebagian besar pihak yang terlibat didalamnya merupakan orang-orang yang belum pernah mengecap dunia teater. Harus saya akui bahwa akting perdana sang pemeran pak Koentadi, yaitu kak Djati Sudoyo, mampu menyedot perhatian dan mengundang decak kagum banyak penonton. Ya, menurut saya kak Djati sangat totalitas dalam memerankan tokoh pak Koentadi. Kemampuannya dalam bernyanyi seolah menjadi dinding yang menutupi stigma tidak pantas memerankan pak Koen hanya karena mempersoalkan tubuhnya yang kurus.

Kak Djati Sudoyo melambaikan tangannya diantara gemuruh aplaus para penonton yang kagum atas penampilannya.
           Tidak memberikan testimoni terhadap beberapa pemeran bukan berarti mereka tidak penting didalam pertunjukan ini, karena tanpa adanya kontribusi mereka mustahil Ksatrya Wreda bisa terlaksana.

GALERI FOTO :

Adegan pada saat tim paduan suara menyanyikan lagu "Burung Kecil".

Penampilan tim paduan suara di sesi gladi bersih.

Adegan disaat pak Koentadi mengisi acara malam pada saat observasi trip.

Pelajar Paripurna SMP dan pelajar Serba Daya SMA.

Relax sesaat sebelum pertunjukan dimulai.

Salah seorang anggota penjelajahan yang cidera akibat terjatuh.

Bang Be'i sedang memotivasi dan memberikan arahan kepada para pemain menjelang dimulainya pertunjukkan beberapa saat lagi.

Adegan dimana pak Sugiyanto sedang mengajar olah raga.

Pak A.T Effendi sedang menerangkan materi kepada dua orang muridnya.

Pak Koentadi disaat gladi bersih.

Paripurna SMP Ksatrya.

Serba daya SMK Ksatrya.

Adegan dimana Sulaiman mulai mau untuk berbaur bersama teman-temannya.

Beberapa kru dan pemain pendukung di ruang ganti.

Sulaiman merasa tertantang untuk ambil bagian di penjelajahan.

Sulaiman sedang menyanyikan lagu "Mang Diding", disisi lain tampak pak Moelyono dan pak Suheli sedang mengamati tingkah laku pemuda tersebut.

Pak Koentadi merapihkan pita rambut seorang pelajar SMP.

Aksi tim paduan suara saat membawakan lagu "Loncat-loncat Kijang".

Serba Daya SMA Ksatrya turut berpartisipasi didalam pertunjukan Ksatrya Wreda.

Sikap siap ala pelajar Paripurna SMP Ksatrya.

Sulaiman yang kembali harus berurusan dengan pak Suheli setelah ia memecahkan kaca mading.

Pak Tugiyo mengarahkan Sulaiman ke tempat parkir kendaraan.

Sulaiman disaat menjadi pelajar SMA.

Salah seorang pelajar Paripurna SMP Ksatrya.

Salah seorang pelajar Serba Daya SMK Ksatrya tengah menyanyikan jingle khas Serba Daya.

Pak Koentadi pada saat acara malam.

Sosok Raksa yang masih sebagai tukang sapu sekolahan namun sudah gelap mata akan kekuasaan.

Sulaiman ditantang pak Koentadi untuk membawakan sebuah lagu pada saat acara malam.

Adegan sebelum Sulaiman menemui pak Suheli.

Penampilan penari-penari UNJ dengan diiringi lagu "Ondel-Ondel" karya almarhum Benyamin S.

Raksa setelah mendapat jabatan yang selama ini ia inginkan.

Mbah Dukun merapal mantra sambil mengayun-ayunkan cemeti sakti.

Pak Koentadi yang putus asa setelah dikalahkan oleh Raksa.

Pak Koentadi membakar semangat Sulaiman agar berani melawan tirani.

Sulaiman dikepung oleh serdadu-serdadu bayaran.

Sulaiman menyanyikan lagu "Cinta Putih" pada bagian akhir pertunjukkan.

Seluruh pemain pendukung dan kru mengisi panggung saat lagu "Cinta Putih" dinyanyikan secara bersama-sama.

Salah seorang anggota tim tari.

Akhir dari pertunjukkan Ksatrya Wreda.