Selasa, 03 Januari 2017

CAMPING DESEMBER PALAPSA 2016: BERSILATURAHMI DAN BELAJAR MENCINTAI ALAM

           Beberapa waktu lalu, PALAPSA atau Pecinta Alam Perguruan Ksatrya mengadakan acara kemping bersama yang berlokasi di bumi perkemahan Curug Pangeran, Pasir Reungit, Bogor. Acara itu diadakan sekaligus untuk merayakan hari jadi PALAPSA yang ke 45 tahun dengan menjadikan aksi penanaman pohon sebagai acara puncaknya. Rasa rindu dari beberapa anggota senior PALAPSA akan kegiatan kemping di alam terbuka pada akhirnya membuat Eko Purwanto berinisiatif untuk merealisasikannya dengan nama Camping Desember atau CampDes. Kepanitiaan pun dibentuk dengan susunan sebagai berikut:

Ketua Pelaksana :    Eko Purwanto
Sekretaris      :    Dwiki Budiawan
Bendahara       :    Andi Setiawan
Bidang Acara    :    Bambang Ismantoro
Konsumsi        :    Yuli Puspitasari
Akomodasi       :    Suhaemi
Perlengkapan    :    M. Usman & Ari Saputra

           Sebagai sebuah organisasi pecinta alam yang usianya sudah terbilang cukup matang, program kerja PALAPSA tidak lagi terpaku pada penjelajahan ataupun pendakian. Lebih dari itu, organisasi ini juga turut memiliki andil dalam beberapa kegiatan sosial dan pelestarian lingkungan.

Logo PALAPSA

           Tulisan ini hanya sebuah catatan kronologis ketika event CampDes diselenggarakan, juga sebagai bacaan di kala santai untuk mengingatkan kembali suasana penuh kekeluargaan yang terjalin saat itu.

Jum’at, 23 Desember 2016

           Pagi itu, beberapa anggota PALAPSA yang tergabung dalam tim advance mulai meninggalkan rumah kak Wisnu untuk menuju lokasi perkemahan. Kak Hakim Nasution dan Radius turut membantu memberikan tumpangan meski nama mereka tidak tercantum dalam susunan kepanitiaan CampDes. Dari pintu gerbang bumi perkemahan Gunung Bunder akan memakan waktu tempuh sekitar 10 menit perjalanan menggunakan kendaraan. Suasana jalan tampak teduh oleh rimbunnya pepohonan, kadang bisa dijumpai beberapa pengunjung yang membawa anggota keluarganya tengah santai menikmati sejuknya udara pegunungan.

                 Tim advance akan berangkat menuju lokasi CampDes.

           Pukul 10.11 WIB, tim advance tiba di lokasi. Bang Eko dan kak Bei segera meninjau keadaan, sementara anggota lainnya sibuk menurunkan barang-barang dari dalam mobil. Setelah mendapatkan lahan yang cocok untuk mendirikan tenda, saya, Ari, Dwiki dan ngkong Usman langsung menggelar tenda-tenda tersebut. Kesibukan juga terlihat di sisi lain. Erman tampak asyik membabat semak belukar yang menjorok ke arah perkemahan, sedangkan bang Bei dan bang Eko masih sibuk mengurus instalasi listrik.

Lokasi bumi perkemahan Curug Pangeran dilihat dari Google Maps.

           Hari semakin siang, satu-persatu tenda pun sudah mulai terpasang dan ditata sesuai dengan denah yang dibuat. Selepas shalat Jum’at, ngkong Kite menyusul ke lokasi untuk berkoordinasi dengan bang Eko perihal penanaman pohon. Tepat pukul 13.00, kami mulai berkumpul dibawah pohon untuk sekadar beristirahat dan berteduh. Tidak lama kemudian, Aris, sang empunya warung datang dengan membawa menu makan siang. Kami pun menyantap makan siang bersama sambil bercengkrama sekaligus mengisi ulang stamina yang mulai berkurang untuk bisa kembali melanjutkan pekerjaan.

Tim advance tengah makan siang sebelum kembali melanjutkan pekerjaan.

           Selepas makan siang, pekerjaan yang belum rampung kembali dilanjutkan. Siang hari yang menyengat tidak menyurutkan semangat tim advance untuk mengendurkan atau mengurangi intensitas pekerjaannya. Setelah lampu-lampu lampion sudah dipasang di beberapa dahan pohon, kami pun harus segera membuat tenda untuk panggung. Saya dan Ari segera melubangi tanah untuk memancang batang-batang bambu, sementara ngkong Usman menggergaji bambu yang baru saja diantarkan. Di atas sana, seekor elang Jawa tampak sedang mengangkasa. Entah sudah berapa kali kami melihat hewan predator itu terbang  berputar-putar di atas perkemahan. Primadona gunung Salak tersebut akhirnya menjadi tontonan tim advance yang tengah menikmati santap siang.

Tenda-tenda yang akan ditempati oleh peserta CampDes.

Bang Eko, ketua pelaksana acara Camping Desember 2016.

           Menjelang senja hari, kami masih terus berkutat dengan pekerjaan. Sekitar dua hingga tingga orang remaja wanita yang baru saja turun dari Kawah Ratu, terlihat sedang berdiri di bibir jurang yang berada cukup jauh dari perkemahan. Mereka melambai-lambaikan tangan kepada kami, sesekali mereka juga menggoda tim advance yang notabene “berbelalai” semua.

Tubuh yang gempal bukanlah hambatan bagi bang Radius untuk bisa memanjat pohon.

           “Om, jemput kita dong, om!” teriak salah satu dari mereka. Berkali-kali digoda seperti itu, sontak Ari pun jadi makin semangat melakukan pekerjaannya.

Bang Bei, orang yang paling dibuat sibuk untuk urusan kelistrikan.

Tim advance tengah menikmati makan malam bersama.

           Pukul 19.15, kami semua berhenti mengerjakan sesuatu karena makan malam sudah dihidangkan. Menunya cukup menggugah selera makan kami yang saat itu memang sudah lapar dan lelah. Kang Lukman yang turut membantu dari siang hari pun ikut makan bersama. Setelah makan malam, saya, bang Bei, bang Eko, ngkong Usman, Ari, Dwiki dan kang Lukman mencoba memasang layar infocus pada batang bambu yang sudah disambung ke batang lainnya. Rencananya, besok malam akan ada penayangan dokumentasi yang bertemakan pelestarian lingkungan sehingga layar tersebut harus sesegera mungkin dipasang.

Sabtu, 24 Desember 2016

           Alam punya cara tersendiri dalam menyambut juga membangunkan kami dari lelapnya mimpi. Merdunya kicau burung-burung yang bersembunyi dibalik belukar disekitar tenda kami sudah seperti alarm yang terus-menerus menggerayangi khusyuknya tidur. Saya keluar dari dalam tenda dan memang langit sudah mulai berpendaran cahaya. Terlihat oleh saya, kang Lukman sedang meringkuk pulas di luar hanya dengan beralaskan matras, padahal masih banyak tenda yang belum terisi. Rupanya, udara pagi yang cukup dingin tidak berpengaruh bagi lelaki yang berusia sekitar 60 tahunan tersebut.


Santai sesaat sambil menikmati kopi di pagi hari.

           Setelah menikmati kopi dan sebatang kretek, saya dan kang Lukman segera menuju pelataran kemah untuk membelah batang-batang bambu untuk membuat tempat sampah. Sementara itu, bang Eko kembali berurusan dengan kabel dan lampion yang tadi malam belum seluruhnya terpasang. Pagi itu, kami betul-betul harus berpacu dengan waktu sebab menjelang siang rombongan peserta CampDes sudah dipastikan tiba di tempat ini.


Ketika saya mendapat tugas membuat tempat sampah.

Panggung belum seutuhnya rampung, tim advance pun terus bekerja dibantu kang Lukman.

           Pukul 09.00, kami mendapat kabar bahwa rombongan akan memasuki tol Sentul. Setelah selesai membuat anak tangga, saya langsung membantu bang Bei dan ngkong Usman menyelesaikan tenda panggung. Beruntung dua orang peserta yang sudah tiba dari sejak tadi malam, Anto dan Kuncung, turut membantu memasang tiang bambu dan bagian atapnya. Selanjutnya, Anto kembali harus menaiki tangga untuk memasang lampu tembak dan lampu panggung, sedangkan Kuncung membelah batang-batang bambu untuk dijadikan tempat meletakkan speaker.


Kong Usman dan Ari dapat bagian memotong bambu.

           Tronton yang membawa peserta CampDes sudah memasuki Cikampak, bang Bei segera meminta Ari membersihkan sisa-sisa potongan bambu yang berserakan di pelataran kemah agar tidak membahayakan para peserta. Tenda-tenda kembali diperiksa kerapihan dan kelengkapannya agar nanti tinggal diisi saja. Pukul 11.40, peserta CampDes akhirnya tiba di lokasi perkemahan. Sebagian tim advance menyambut kedatangan mereka, namun sebagian lagi ada yang masih sibuk memasang flyingsheet di sisi panggung.



Selamat Datang Di CampDes…!

           Tenda-tenda mulai terisi oleh barang bawaan para peserta CampDes, sebagian dari mereka ada yang menata letak perlengkapannya sebagian lagi ada yang terlihat berteduh di bawah pohon. Empat buah lazy bag yang sudah disediakan di depan tenda langsung dikerubungi oleh anak-anak. Sebagai salah satu panitia, bang Helmi tidak langsung ongkang-ongkang kaki di dalam tenda. Ia langsung turun tangan mengangkut kayu bakar untuk keperluan api unggun malam nanti.


Alfan dan mainan barunya, baru saja tiba di lokasi CampDes bersama para peserta lainnya.

Bang Helmi langsung membantu tim advance setibanya di bumi perkemahan.

           Setelah memastikan para peserta sudah menempati tendanya, sebagian tim advance akhirnya bisa beristirahat meski hanya sejenak. Beberapa peserta langsung berbaur dengan panitia dan tim advance sambil berteduh di bawah atap panggung. Alfan yang merupakan seorang penikmat kopi, segera meracik kopi Malabar yang ia bawa dan menyuguhkannya pada mereka yang sedang berteduh. Sesuai dengan program yang telah diagendakan, nanti para peserta akan bergegas menuju curug Pangeran setelah makan siang dan shalat ashar.


Alfan si penikmat kopi, tampak asyik membuat kopi Malabar di saat matahari sedang teriknya.

Pandu dan Gema langsung menyerbu lazy bag yang sudah disediakan oleh panitia CampDes.

Wulan, Agnes dan Rosita, ketiga peserta CampDes yang juga eks pelajar PARIPURNA.

           Pukul 15.15, dengan dikomandoi oleh bang Helmi, para peserta mulai berkumpul di tengah lapangan untuk diberi arahan sebelum menuju curug Pangeran. Pada briefing beberapa waktu lalu, Ari ditugaskan oleh bang Eko agar selalu stand by di tepian air terjun untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, begitu juga Dani, pelajar yang didapuk sebagai petugas PMR. Dani diberi tanggungjawab untuk mengurus masalah medis selama CampDes berlangsung. Lima menit kemudian, secara beriringan kami pun mulai menuju curug Pangeran yang hanya berjarak tidak sampai 100 meter dari lokasi perkemahan.


Bang Helmi sedang menginstruksikan para peserta untuk berkumpul di lapangan.

Para peserta tengah berdoa sebelum menuju curug Pangeran. Doa dipimpin oleh kak Bachtiar.

Agnes dan Rosita: basah pun tak masalah.

           Meski ukurannya tidak terlalu luas, namun kolam air yang berwarna hijau jernih membuat para pengunjung yang datang ke tempat itu merasa wajib mengabadikan gambarnya. Air terjun ini juga dikelilingi oleh bebatuan yang ditumbuhi lumut sehingga akan tampak lebih alami dan kian memanjakan mereka yang hobi bergelut di dunia fotografi. Puas bermain air di curug Pangeran, para peserta pun kembali ke perkemahan pada pukul 16.30.



Api Unggun, Menyala Terang…

           Langit mulai dirambah kelam, namun suasana di perkemahan justru semakin ramai saja. Salah satu dedengkot PALAPSA, mas Sentot Harsono, sudah hadir di tempat itu. Beliau hadir sebagai undangan bersama keluarganya. Acara malam dibuka dengan penampilan dari Ijo Band, entah mengapa diberi nama demikian. Alfan dan ngkong Be’es tampil sebagai vokalis dadakan, menggantikan posisi kak Yongki yang memang tidak bisa hadir malam itu. Setelah Ijo Band tampil, mas Sentot selaku anggota dan pendiri PALAPSA mulai menaiki panggung untuk memberikan tanggapannya. Beliau cukup senang dengan diadakannya CampDes karena sudah cukup lama PALAPSA tidak pernah mengadakan acara kemping semacam ini. Pukul 20.35, giliran bang Bei unjuk kebolehan dihadapan penonton dengan membacakan sebuah cerpen berjudul “Palasik”. Isi cerpen tersebut pada dasarnya bercerita tentang pihak-pihak yang memiliki andil dalam rusaknya ekosistem hutan, sekaligus upaya melindungi hutan dari para pelaku perusakan tadi meski ditempuh dengan cara yang terbilang barbar.

Pesan dan kesan dari mas Sentot Harsono, dedengkot sekaligus legenda hidup PALAPSA.

Sebuah penampilan dari Bang Bei yang membacakan cerpen pada acara malam.

           Pukul 21.10, acara dilanjutkan dengan lomba joged yang dilakukan secara berpasangan. Lomba ini mengharuskan si peserta untuk berjoged dengan sebuah jeruk yang diletakkan di dahi pasangan lomba. Para peserta akan berjoged mengikuti alunan musik bergenre dangdut yang diputar oleh panitia. Pasangan terakhir yang mampu mempertahankan buah jeruk tadi tetap berada di dahi (atau wajahnya) dianggap sebagai pemenang dan berhak mendapatkan door prize. Untuk lomba yang satu ini, pasangan Alfan dan kiki berhasil mengalahkan peserta yang lain. Dengan demikian, rasanya tidak sia-sia Alfan punya keahlian joged ala bapak Djumadi.

Tiara dan Wulan: karena joged dengan jeruk di dahi terlalu mainstream, bagaimana kalau di dada…?

          Pukul 21.25, panitia dan para peserta CampDes membentuk sebuah lingkaran yang mengelilingi tumpukan kayu. Ngkong Usman dan Dani mulai menyulut kayu-kayu bakar yang sudah disiram dengan minyak tanah tersebut. Api unggun berkobar, sontak area di sekitar perkemahan menjadi hangat dan terang benderang. Seiring menyalanya api, para peserta pun mulai menyanyikan lagu “Mars Api Unggun” dan “Hymne Api Unggun” yang digubah oleh almarhum bapak Koentadi. Kedua lagu tadi sudah sangat akrab di telinga mereka yang pernah mengenyam pendidikan di Yayasan Perguruan Ksatrya, Jakarta. Pada lagu Mars Api Unggun, saya dan kak Bachtiar mencoba menyisipkan suara 2 yang lebih rendah dari suara 1, sedangkan Alfan masih meraba-raba dengan suara 3-nya. Alhasil, lagu riang tersebut pun jadi semakin enak didengar dengan adanya harmonisasi semacam itu.

Acara api unggun yang diiringi dengan nyanyian-nyanyian khas Perguruan Ksatrya.

Campfire with lowspeed.
Taken by: Alfan

           Sebagian peserta non PALAPSA dan anak-anak mulai memasuki tenda mereka pada pukul 22.05. Angin lembah yang merambah area perkemahan kian terasa dinginnya, membuat gemigil kujur tubuh sekaligus mengelus-elus kelopak mata mereka yang tidak lama lagi akan berpamit dari alam sadar. Masih di sekitar perapian, seluruh anggota PALAPSA dan simpatisan berkumpul. Mereka membuka forum sambil menanti pukul 00.00 tiba, baik anggota maupun simpatisan boleh mengutarakan opini atau sarannya di sesi ini.


Selamat Ulang Tahun PALAPSA…!!!


Suasana malam hari di perkemahan Desember, sambil menanti pergantian hari sekaligus merayakan HUT PALAPSA ke 45.

          Menjelang pukul 00.00 atau pergantian hari, seluruh anggota PALAPSA dan simpatisan kembali membentuk lingkaran dan mengelilingi perapian. Tumpukan kayu yang belum lama telah menjadi bara api kini sudah diganti dengan yang baru. Sesaat lagi, pijar-pijar api unggun akan kembali menyala, menyambut hari jadi PALAPSA yang ke 45 tahun. Seperti biasa, sebelum api unggun dinyalakan para peserta akan hening di bawah remang malam.

Cigarette, music, and nature.

           Lidah api mulai menari-nari manakala tumpukan kayu bakar tadi disulut, keadaan kembali terang benderang. Diawali dengan lagu Mars PALAPSA, kami semua bernyanyi dalam kegembiraan. Setelah Mars PALAPSA dinyanyikan, tempo diturunkan untuk masuk ke lagu berikutnya, Hymne PALAPSA. Suasana terasa khidmat saat menyanyikan lagu ini meski angin malam sudah semakin dingin. Satu-persatu kami bersalaman dan berangkulan sambil memberikan ucapan selamat baik kepada sesama anggota PALAPSA, simpatisan ataupun alumni PARIPURNA. Acara kemudian dilanjutkan dengan penyerahan tumpeng dari angkatan tertua PALAPSA, mas Sentot, kepada Badan Pengurus Harian (BPH) yang diwakili oleh Bambang Suhermanto aka ngkong Be’es. Dengan demikian, rampung sudah seluruh agenda di hari itu.

Penyerahan tumpeng secara simbolis dari anggota senior PALAPSA kepada BPH yang diwakili oleh Bambang suhermanto.

           Selamat ulang tahun PALAPSA, semoga di usia yang sematang ini tidak lagi berorientasi kepada jelajah gunung dan belantara semata, namun sudah bisa berkontribusi langsung terhadap masyarakat dan lingkungannya.



Menuju Kawah Ratu

           Suara yang keluar dari corong loud speaker itu mendadak membuat gaduh suasana pagi yang masih tenang, suara siapa lagi kalau bukan suara bang Helmi. Seketika itu juga para peserta mulai merapat ke hadapan anggota PALAPSA yang hobi mengoleksi seragam lapangan ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 08.40, tidak lama lagi kami akan melakukan perjalanan menuju Kawah Ratu yang akan memakan waktu sekitar 2 jam dari lokasi berkemah. Sebagian peserta ada yang sudah mandi dan wangi, namun ada juga yang belum bersedia tubuhnya terusik dinginnya air yang dialirkan langsung dari gunung Salak.

           Bang Helmi mulai membagi tugas kepada panitia. Ngkong Usman akan berjalan paling awal, Ari dan Dani ditugaskan di tengah sedangkan saya menjadi sweeper alias orang yang berada di bagian paling belakang rombongan. Saya menolak, sebab saya akan mendokumentasikan perjalanan  dan harus mobile (meski faktanya lebih sering berada di bagian depan rombongan), bang Helmi akhirnya hanya mengangguk saja. Peralatan masak seperti kompor, gas tabung dan nesting ada pada ngkong Usman dan Ari, sedangkan peralatan P3K sudah lengkap di dalam tas medis yang dibawa oleh Dani. Sebelum meninggalkan perkemahan, kak Bachtiar kembali dipercaya untuk memimpin doa.

           Tepat pukul 08.50, para peserta trip ke Kawah Ratu mulai beranjak dari lokasi kemping. Tanjakan-tanjakan kecil telah dilalui hingga akhirnya kami tiba di dalam hutan. Kak Bachtiar dan mas Hardjito (adik kandung mas Sentot) berada di bagian depan bersama ngkong Usman, semangat muda mereka sepertinya kembali menyala manakala kembali menyapa rimbunnya belantara raya.


Perjalan menuju Kawah Ratu dimulai…!

Suasana di jalur pendakian menuju Kawah Ratu yang teduh oleh rimbunnya pepohonan.

           Kami pun tiba di jalur aliran air, satu indikasi bahwa tidak lama lagi kami akan tiba di sungai terakhir, spot terakhir bagi para peserta untuk bisa mengkonsumsi airnya. Pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak rupanya sudah membuat jalur berbatu tepat disisi kanan jalur aliran air tadi sehingga bagi mereka yang enggan kakinya kotor atau basah bisa menggunakan jalur tersebut. Pukul 10.26, saya dan rombongan yang berada di bagian paling depan akhirnya tiba di sungai terakhir. Beberapa peserta masih saja ada yang canggung atau ragu dengan kualitas air di aliran sungai itu meski saya dan ngkong Usman sudah berkali-kali memberi penjelasan bahwa airnya bisa langsung diminum. Air yang bersumber dari mata air pegunungan jelas memiliki kandungan mineral dan oksigen lebih tinggi daripada air minum dalam kemasan, disamping itu juga air pegunungan terbebas dari bakteri selama airnya mengalir. Setelah pihak “yang dituakan” angkat bicara, mereka yang sangsi tadi akhirnya mau juga meminum langsung air sungai itu.


Beristirahat di kali terakhir, tempat dimana para pengunjung yang akan ke Kawah Ratu biasa mengisi ulang persediaan air minumnya.

Keindahan salah satu spot di kali terakhir yang saya abadikan dengan teknik lowspeed.


Asap Pekat Dan Aroma Menyengat

           Tajuk-tajuk pohon juga rimbunnya dedaunan yang berada di sepanjang jalur sudah tidak kami lalui, sebagai gantinya adalah sebuah pemandangan dengan batang-batang Cantigi atau Manarasa yang sudah kering meranggas dan lapisan tanah yang tertutup oleh endapan sulfur berwarna putih kekuningan. Bebatuan gunung dan cadas yang berukuran sangat besar terhampar disepanjang lokasi yang kita kenal dengan nama Kawah Mati atau Kawah Paeh. Entah letusan Salak di tahun berapa yang menyebabkan material magma tersebut mengalami proses sedimentasi lalu teronggok kokoh disini, bersanding dengan keeksotisan dahan-dahan Cantigi yang telah mati.


Santai sejenak sesampainya di Kawah Mati, salah satu dari 3 kawah yang berada di gunung Salak yang sudah tidak aktif.

Peserta yang berada di bagian terdepan sedang mendaki tanjakan curam di kawasan Kawah Mati.

           Pukul 11.10, rombongan yang berada di barisan paling depan sudah tiba di Kawah Ratu, kawah gunung Salak yang aktivitas vulkaniknya masih dalam batas normal. Meski demikian, saya tetap mengingatkan kepada beberapa peserta agar tidak turun ke sungai Cikuluwung ataupun ke kawah Cikuluwung Putri. Kejadian yang menewaskan 6 anggota pramuka asal Jakarta pada Juli 2007 akibat keracunan gas SO2 masih membekas dalam ingatan. 7 Juli 2007, kak Djati Sudojo mengabari saya via SMS bahwa ada 6 “paket” di Kawah Ratu, namun saya tidak terlalu menanggapinya. Posisi saya saat itu sedang berada di flying camp gunung Salak bersama Cecep Rojali yang kala itu belum menjadi anggota PALAPSA. Setibanya di puncak Salak I, saya memang bertemu dengan beberapa pendaki yang belum lama ikut mengevakuasi keenam jenazah tadi, mereka pun menceritakan kronologinya dan meminta saya agar jangan turun via Kawah Ratu. Esok harinya, saya mendapat kabar kalau pihak Taman Nasional baru saja menutup jalur pendakian ke Kawah Ratu.


Kak Bachtiar yang sudah terlebih dahulu tiba di Kawah Ratu.

Diantara kepulan asap kawah…

Dani, si petugas medis yang hobi menyendiri.

Agnes Tassya. 

Foto bersama seluruh peserta trip ke Kawah Ratu.

Kawah Ratu dilihat dari Google Maps.

           Rombongan terakhir tiba, ngkong Usman dan Ari segera menggelar lapaknya untuk memasak air dan membuatkan mereka teh atau kopi. Sebagian dari peserta itu ada yang hanya duduk-duduk saja sambil memandangi view dihadapannya, namun lebih banyak peserta yang mengeluarkan gadgetnya untuk mengambil foto. Panitia hanya memberikan waktu sejam untuk sekadar berfoto-foto ataupun menikmati pemandangan karena sangat beresiko bila terlalu lama menghirup asap sulfur yang pekat dan beraroma menyengat. Sekitar pukul 12.30, seluruh peserta dikumpulkan di satu tempat lalu kami pun foto bersama. Lima menit kemudian, rombongan mulai meninggalkan Kawah Ratu untuk kembali ke perkemahan.


Malam Terakhir

           Selepas isya, para peserta CampDes kembali ke tengah lapangan. Belum lama, kak Djati baru saja tiba di lokasi dan sepertinya ia masih betah berada didalam tenda. Suara gitar elektrik, cajon dan tambourine sudah menyeruak dari arah panggung, mengiringi lagu-lagu dangdut yang terbukti memang bisa menambah suasana perkemahan jadi semakin hidup. Beruntung ada Revi dan Andi yang tampil lebih dulu mengisi acara malam sehingga saya dan kak Yongki masih punya waktu untuk tuning gitar.


Kak Alex Hendrix beserta keluarga bersama kak Djati Sudojo dan mpok Djumi.

Lomba joged di malam kedua, peserta jauh lebih banyak dari malam pertama.

           Acara dilanjutkan dengan lomba, namun kali ini peserta yang ikut tidak berpasangan melainkan perorangan dan bebas berjoged semaunya. Pukul 21.30, bang Helmi kembali meminta seluruh peserta untuk mengelilingi perapian karena acara api unggun akan segera dimulai. Pukul 22.00, para peserta dipersilakan kembali beristirahat ke dalam tendanya sebab besok pagi akan ada kegiatan penanaman pohon. Dengan berakhirnya acara api unggun tadi, maka agenda di hari minggu tanggal 25 Desember rampung sudah.


Aksi Penanaman Pohon, Aksi Menanam Kebaikan

           Senin, 26 Desember 2016, selepas sarapan, para peserta kembali dikumpulkan di lapangan untuk mendengarkan arahan dari panitia perihal acara berikutnya yaitu kegiatan penanaman pohon. Kegiatan ini menjadi acara puncak dari seluruh rangkaian acara yang telah diagendakan di CampDes 2016. Panitia telah menyediakan 50 pohon Rasamala dan 50 pohon Puspa, dimana keduanya memiliki kualitas kayu yang cukup baik untuk kebutuhan pertukangan. Selain peserta, pihak-pihak yang mensponsori CampDes secara tidak langsung turut memiliki kontribusi terhadap kegiatan penanaman pohon ini.

Tertangkap basah sedang mengangkut makanan sisa tadi malam.

Peserta CampDes mulai beranjak meninggalkan perkemahan untuk menuju tempat penanaman pohon.
           Pukul 09.12, para peserta tiba di lokasi penanaman, bang Bei segera memberi sambutan dan menjelaskan tujuan dari kegiatan ini. Sebelum mulai melakukan penanaman, kak Bachtiar terlebih dahulu memimpin doa agar kegiatan ini bisa bermanfaat terhadap alam juga terhadap generasi berikutnya. Setelah berdoa, bang Bei, ngkong Be,es, ngkong Usman dan Dwiki mulai melakukan penanaman pertama, selanjutnya para peserta dipersilakan untuk memilih lubang yang akan ditanaminya dengan pohon.

Jalur menuju lokasi penanaman pohon yang dipenuhi oleh semak belukar.

Sedikit sambutan dari kak Bachtiar.

Perwakilan dari PALAPSA tengah melakukan penanaman pertama.

           Masing-masing peserta dibekali tali dan tag berlogo organisasi ataupun perusahaan yang mendukung kegiatan ini. Tidak hanya orang dewasa saja, anak-anak juga sangat antusias melakukannya. Kevin, putra Alfan, adalah salah satu contohnya. Anak itu tidak takut lengannya kotor oleh tanah karena ayahnya terus memberikan dukungan dan membiarkannya menggali serta menanam pohon yang ia pilih. Ya, untuk apa merasa jijik atau takut hanya karena tangan kita kotor oleh tanah. Toh kelak, Kevin dan teman-teman seusianya akan menikmati hasil dari apa yang telah ia perbuat, karena menanam pohon sama halnya dengan menanam kebaikan.


Kegiatan semacam ini dimanfaatkan betul oleh Alfan untuk mengedukasi putranya, Kevin.

           Pukul 10.20, kegiatan penanaman pohon telah selesai. Alhamdulillah acara ini mendapat respon positif dari para peserta yang terjun langsung ke lapangan untuk ikut menanam. Berkemah memang berkesan, namun menebar kebaikan untuk kepentingan bersama jauh lebih mulia. Alam tidak pernah menuntut manusia untuk merawat atau menjaganya, karena semua itu dilakukan atas nama kesadaran.


Kak Wisnu tengah dimintai pendapatnya mengenai kegiatan penanaman pohon yang diadakan oleh panitia CampDes 2016.

Foto bersama para peserta penanaman pohon.

           Dengan demikian, CampDes tidak hanya mengajak kita untuk menikmati alam semata, lebih dari itu kita juga diharapkan bisa berperan serta dalam upaya melestarikan alam dan lingkungan. Semoga akan ada lagi CampDes di tahun-tahun berikutnya. Salam rimba…!

Foto bersama sebelum kembali kepada penatnya rutinitas.


          

                   PHOTO GALLERY

Survey lokasi yang dilakukan oleh tim advance sebelum mendirikan tenda.
Menjelang siang hari, tenda-tenda sudah seluruhnya didirikan.



Berteduh di bawah pohon sambil menunggu makan siang disajikan.

Bang Hakim Nasution possessed with his black glasses.

Ngkong Luken feels lazy on lazy bag.

Ketika bang Radius sudah merasa betah di atas pohon…

Kak Wisnu as a good listener.

Lubang mana lagi yang harus digali…?

Kak Poci yang selalu happy

Ngkong Kite, senior PALAPSA yang juga turut dilibatkan untuk membantu panitia CampDes.

Kang Lukman, anggota PALAPSA yang mengikuti jejak ngkong Kite dengan berdomisili di Gunung Bunder, Bogor.

Dwiki, salah satu anggota angkatan Kabut Lembah yang masih aktif di sekretariat.

Ari, semakin banyak pekerjaan semakin banyak pula jatah makan.

Tim advance Jakarta dan Gunung Bunder di bumi perkemahan curug Pangeran

Name tag berlogo Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan PALAPSA, yang akan digunakan pada kegiatan penanaman pohon.

Ngkong Usman harus merasakan sulitnya menggergaji bambu muda yang masih basah.

Tenda di kala senja…

Suasana makan malam di perkemahan, Jumat 23 Desember 2016.

Masih berkutat dengan bambu.

Sesi pemasangan layar infocus pada batang bambu.

Merapihkan tanjakan agar lebih memudahkan para peserta naik atau turun anak tangga.

Bang Eko membantu Anto yang sedang memasang mengikat atap panggung.

Kak Yuli, seksi konsumsi di acara CampDes.

Dwiki turut membantu membawakan barang-barang dari tronton ke perkemahan.

Meski lelah, setidaknya bang Bei dan bang Eko masih bisa tersenyum puas melihat antusias para peserta yang tampak menikmati acara kempingnya.

Kak Bachtiar yang baru saja tiba di perkemahan.

Tidak ada istilah lelah bagi anak-anak meski baru saja menempuh 3 jam perjalanan dari Jakarta ke lokasi perkemahan.

Memanfaatkan waktu senggang dengan sebatang kretek…

Ngkong Usman dan Alfan tengah santai di salah satu tenda peserta.          

Kenji, putra bang Bei…

Trio selfie ini tidak akan pernah merasa bosan untuk difoto.

Mengangkut kayu bakar yang akan digunakan untuk keperluan api unggun.

Ketika angkatan 80-an bertemu di alam terbuka.

Selepas berdoa, para peserta mulai menuju curug Pangeran.

Pengunjung curug Pangeran akan melalui jalur macadam yang di sisi kiri kanannya dihiasi hijaunya tanaman pakis.

Sesaat sebelum melompat…

Dua serangkai yang ditugaskan untuk stand by di tepian kolam curug Pangeran.

Menikmati segarnya air di curug Pangeran.

Agnes dan Rosita.

Trying to practice water rescue…

Cuma bisa menikmati mereka yang sedang bermain air dari atas batu saja…

Sebelum mendaftar jadi anggota angkatan danau, Ari harus lebih sering latihan renang.

Bersiap untuk melompat…

Ngkong Be’es dan ngkong Usman terus memantau anak-anak…

Hiburan menjelang senja yang dipimpin oleh kak Bachtiar.

Bang Bei pada saat membacakan cerpen di acara malam…

Kak Bachtiar dan Dwiki sempat menjadi saingan terberat Alfan dan Kiki pada lomba joged.

Api unggun menyala terang..

Checking voice…

Nyanyian malam sambil menanti HUT PALAPSA tiba.

Suasana perkemahan menjelang api unggun sesi kedua.

Masih menikmati malam…

Mas Sentot saat akan memberikan potongan tumpeng kepada nkong Be’es.

Panorama alam di bumi perkemahan Curug Pangeran, diambil pada pagi hari.


Salah satu pohon yang sudah diberi label.

Beristirahat sesaat sambil menunggu rombongan berikutnya tiba.

Lokasi berikutnya yang dijadikan tempat beristirahat.

Wulan dan Agnes di jalur pendakian Kawah Ratu.

Perlahan namun pasti, para peserta pun mulai mendaki tanjakan curam ini.

Di salah satu spot yang berada di Kawah Mati.

Dwiki dan setelan kebesarannya.

Bang Helmi, suami yang selalu mesra kepada istri…

Raise your hand…!

Berpose di bibir kawah…

Selamat datang di Kawah Ratu, Kevin.

Bang Eko siap mengeluarkan kameranya…

Diantara batang Cantigi…

Bang Eko, Agnes dan Rosita.

Bersiap-siap untuk kembali ke perkemahan.

Aliran air di kali terakhir yang jernih dan menyejukkan.

Alfan cs saat mengisi acara di malam kedua.

Alfan too hot with his Djumadi style…

Sedang menancapkan bambu dan memasukkan pohon ke dalam lubang, beberapa jam sebelum kegiatan penanaman pohon dimulai.

Spanduk kegiatan penanaman pohon di acara CampDes PALAPSA 2016.

Bang Helmi dan spanduk penanaman pohon.

Suasana jalan menuju perkemahan curug Pangeran di pagi hari.

Kak Wisnu and his family.

Panitia mulai mengumpulkan para peserta di lapangan untuk mengikuti kegiatan penanaman pohon.

Para peserta tengah menuruni jalur setapak yang ditumbuhi belukar dan pakis liar.

You won’t realize, they watching us…

Mendengar dan menyimak arahan dari panitia kegiatan.

Aily dan Chiro.

Bang Eko sedang memberikan arahan.

Kak Yongki yang juga tak mau ketinggalan dalam acara puncak ini…

Para anggota PALAPSA yang telah selesai melakukan penanaman pertama.

Wulan dipilih menjadi perwakilan dari PT. Hadico Persada.

Rosa mewakili radio Indika, salah satu sponsor kegiatan penanaman pohon.

Alfan mewakili radio Hitz.

Agnes, Erman dan Rosita menjadi perwakilan dari PARIPURNA.

Om Hari juga turut berpartisipasi.

Thank you, you’ve just plant a kindness…

Kak Yongki saat diminta untuk memberikan testimoninya perihal kegiatan penanaman pohon.

Akhir dari sebuah agenda yang tak tertulis: foto bersama.

Dani ketika akan menurunkan lampion.

Berdoa sebelum berpisah dan kembali kepada kehidupannya masing-masing.

Foto bersama para peserta CampDes PALAPSA 2016.

Dan inilah orang-orang dibalik terselenggaranya CampDes 2016.


TERIMA KASIH KEPADA:
Sponsor:
1.   PT. Hadico Persada
2.   Radio Indika FM Jakarta
3.   Radio Hitz FM Jakarta
Bekerja Sama Dengan:
1.   PALAPSA
2.   Taman Nasional Gunung Halimun Salak II
3.   Yayasan Perguruan Ksatrya 51
4.   Search & Rescue Kiblat Indonesia
5.   Keluarga Pecinta Alam Nusantara JaBoDeTaBek
6.   Serba Daya
7.   Paripurna