Kamis, 21 September 2017

PANTAI NGOBARAN : BALI YANG TERSEMBUNYI DI SELATAN JOGJA

                                Tepat pukul 10.15 siang, saya dan sepupu saya bergegas meninggalkan penginapan di Malioboro untuk menuju pantai Ngobaran, satu dari sekian banyak pantai di kabupaten Gunung Kidul yang belakangan ini kerap kali menjadi buah bibir di kalangan wisatawan. Berlokasi di desa Kanigoro kecamatan Saptosari, jaraknya kurang lebih 65 kilometer dari kota Jogja dan akan memakan waktu sekitar dua jam menggunakan kendaraan. Permukaan jalan menuju pantai Ngobaran memang sudah di aspal namun terlalu riskan untuk dilalui oleh bus berukuran besar. Hanya dengan membayar tiket masuk seharga Rp.10.000 perorang (termasuk asuransi Jasa Raharja), kita sudah bisa menikmati tiga pantai sekaligus, yakni, pantai Ngobaran, Ngrenehan dan Nguyahan. Kali ini, saya lebih memilih berkunjung ke pantai Ngobaran mengingat masih ada dua pantai lagi yang akan kami singgahi.

Cita rasa Bali sudah mulai terasa ketika kita berada tepat di hadapan gapura yang di dalamnya terdapat arca Dewa Dewi.
           Setengah jam sebelum mencapai pantai kita akan terlebih dahulu melewati perbukitan karst yang terjal dan tandus, yang di kiri kanannya ditumbuhi pohon-pohon Jati. Pepohonan tersebut terlihat menjulang di sepanjang jalan yang permukaan tanahnya didominasi oleh bebatuan cadas, dengan demikian sangat sulit dijadikan lahan untuk berladang. Sebagian warga ada yang menata bebatuan yang menyembul dari dalam tanah tersebut hingga membentuk terasering, sekilas bentuknya menyerupai tribun pada sebuah arena gladiator. Di saat musim kemarau seperti sekarang ini pemandangan yang didapat memang terkesan sangat gersang, namun view seperti itulah yang membuat Gunung Kidul tampak mempesona dengan keeksotisan alamnya.

Selepas memasuki gapura, kita akan disambut oleh arca Ganesha yang tampak membelakangi arca Brahma dan dua Dewi lainnya.
           Pukul 12.33, setelah melalui perjalanan panjang yang berliku dan kadang turun naik, akhirnya mobil rental yang kami tumpangi tiba di pelataran parkir pantai Ngobaran. Debur ombak yang terhempas di kerasnya bebatuan cadas bisa jelas terdengar di saat pintu mobil kubuka. Udara panas juga terik yang menyengat seperti tak mau kalah dalam menyambut kedatangan para wisatawan. Rasa pening dan mual selama di perjalanan akhirnya terbayar lunas ketika semerbak aroma laut mulai terdeteksi indera penciuman. Merasa tak terganggu dengan cuaca sepanas itu, kami pun segera mencari objek yang menarik untuk bisa diabadikan kamera.

Spot di tepi jurang seperti ini biasa dijadikan tempat untuk berfoto dikarenakan latarbelakangnya yang langsung menghadap ke arah Samudera lepas.
           Yang membuatku merasa tertarik dengan tempat ini adalah adanya bangunan pura, gapura, arca Dewa Dewi dan tempat persembahyangan bagi para penganut aliran Kejawan. Di tempat itu, terdapat arca sepasang kera yang tampak seperti sedang berjaga-jaga di depan gapura. Melewati gapura tersebut maka akan lebih banyak lagi arca yang bisa dijumpai, di antaranya, arca Ganesha, Brahma, Batara Guru atau Maheswara, Yudistira, Arjuna, Bima Sena, hingga arca Batara Ismaya, alias Sabdo Palon, alias Semar. Dengan berjalan sedikit ke arah selatan dan tepat berada di bibir jurang yang di bawahnya menganga bebatuan karang, di situ ada satu lagi arca Dewa. Ialah arca Wishnu yang sedang menunggangi Garuda sebagai wahananya dan langsung menghadap ke arah selatan, ke arah birunya Samudera Indonesia. Kentalnya nuansa Hindu sangat terasa di tempat ini sehingga menciptakan kesan seperti sedang berada di Bali. Itulah salah satu daya tarik yang akan didapat manakala mengunjungi pantai Ngobaran.

Keberadaan arca Dewa Dewi juga kentalnya nuansa Hindu yang ada di tempat ini membuat pantai Ngobaran kerap kali mendapat julukan Bali-nya Jogja.
Patung Batara Guru yang tengah memegang trisula, tampak berdiri tegak menghadap ke arah barat.

Prasasti di pantai Ngobaran, yang berisi ikrar dan dibuat oleh para penganut Kejawan,
Pantai Ngobaran dipercaya oleh sebagian kalangan sebagai tempat persembunyian, tempat singgah hingga moksanya Prabu Brawijaya V dari kerajaan Majapahit. Seperti yang telah diketahui secara umum bahwa pada masa Prabu Brawijaya V berkuasa di kerajaan Majapahit, telah terjadi prahara internal antara ayah dan putranya. Sang anak, Raden Patah, yang sejak kecil sudah memeluk Islam dan telah diberi lahan kekuasaan oleh ayahnya di Glagahwangi atau yang kini lebih familiar dengan sebutan demak, justru menyerang kerajaan ayahnya sendiri setelah ia menjadi penguasa di kesultanan Demak. Sang ayah yang enggan memerangi anaknya lebih memilih untuk menghindari konflik dengan cara melarikan diri ke beberapa tempat, salah satunya pantai Ngobaran.

Diantara arca Dewa dan Dewi.
Pantai Ngobaran diyakini menjadi tempat sang Prabu untuk melakukan tapa brata. Diberi nama pantai Ngobaran pun tidak terlepas dari mitos yang mengisahkan bahwa Prabu Brawijaya membakar dirinya dengan api yang telah ia persiapkan sebagai jalan untuk mencapai nirwana. Api yang berkobar itu pun menjadi cikal-bakal dari nama pantai ini, Ngobaran. Namun cerita turun-temurun tentang mangkatnya sang Prabu ini masih bisa diperdebatkan, pasalnya lebih banyak umat Hindu dan penganut Kejawen (bukan Kejawan) yang meyakini kalau Prabu Brawijaya V alias Bhre Kertabhumi menghilang atau moksa di gunung Lawu. Jujur, saya yang membaca beberapa artikel di Google mengenai wafatnya Prabu Brawijaya V di pantai Ngobaran pun tidak lantas begitu saja percaya. Setahu saya, Beliau berkelana ke gunung Lawu untuk menghindari kejaran musuh hingga akhirnya tiba di Hargo Dalem, dan di situlah sang Prabu moksa. Kalau pun ada dari kalangan tertentu yang datang kemari untuk bermeditasi atau melakukan persembahyangan, mungkin itu lebih kepada keinginannya untuk melakukan napak tilas sang Prabu. Tapi itu hanya opini pribadi saya semata, sebab cuma Sang Hyang Wenang lah yang mengetahui kejadian sesungguhnya. Manusia hanya bisa meraba sejarah melalui data dan fakta yang kadang itu pun masih dipermanis dengan rekaan-rekaan imajinasinya.

Keindahan bibir pantai yang langsung bersinggungan dengan bebatuan cadas dan karang, untuk bisa mencapainya kita harus menuruni anak tangga yang tidak jauh dari pelataran arca-arca. Umat Hindu biasa melakukan upacara Melasti di tempat ini untuk menyambut datangnya Hari Raya Nyepi.
Kita kembali lagi ke objek wisata pantai Ngobaran yang saat ini sedang naik daun. Berada di sebelah kanan atau sebelah barat arca Wisnu, terdapat anak tangga yang biasa digunakan para pengunjung untuk mencapai bibir pantai. Setibanya di bibir pantai, kita bisa menjumpai bebatuan karang yang banyak ditumbuhi alga berwarna hijau dan coklat. Di sini kita senantiasa dibentengi oleh tebing-tebing cadas berukuran sangat besar yang akan mempercantik setiap gambar yang diabadikan dengan kamera. Lelah dan lapar karena bermain air? Jangan khawatir, karena ada banyak warung makan yang menyediakan menu makanan dan minuman. Landak laut goreng merupakan kuliner khas di tempat ini, namun menu itu bukanlah menu sehari-hari penduduk setempat. Dahaga yang melanda pun bisa terkalahkan saat kita menyeruput segarnya es jeruk atau air kelapa muda yang disediakan di warung-warung makan tadi.

Arca Batara Ismaya atau Semar yang tampak berdiri sendiri membelakangi lautan sekaligus menjadi arca yang tampil ekslusif diantara arca Dewa dan Dewi lainnya. Di kalangan Kejawen, tokoh Semar merupakan manifestasi dari sifat-sifat ke Illahi-an.

Arca Garuda yang tengah ditunggangi oleh Wishnu yang langsung berhadapan dengan Samudera Hindia.
Sejauh ini pantai Ngobaran tidak hanya menjadi destinasi bagi para penikmat wisata pantai saja, mereka yang haus akan kebutuhan spiritual juga bisa menjadikannya sebagai wisata bernuansa religi. Selain mengecap keindahan birunya samudera di antara deburan ombak, kita juga dapat melihat langsung antusias penduduk setempat yang berupaya melestarikan tradisi dan nilai-nilai luhur dari para leluhur dengan didirikannya bangunan-bangunan seperti pura, arca Dewa Dewi serta tempat persembahyangan.

Dengan menyusuri anak tangga yang mengarah ke bibir pantai, maka kita bisa menikmati view yang berbeda dari spot di tempat ini.

Seorang warga tengah mengumpulkan rumput laut di celah-celah karang yang digenangi air laut. Hasilnya akan ia jual ke para pengepul rumput laut untuk sekadar memenuhi kebutuhannya hidup sehari-hari.
Kadang seorang pencari rumput laut di pantai Ngobaran harus tahu waktu yang tepat untuk menghindar dari terjangan ombak.

Berfoto di bibir jurang.
Nah, untuk apa jauh-jauh ke Pulau Dewata kalau di pantai Ngobaran saja kita sudah bisa merasakan atmosfer seperti di sana. Yang pasti, pantai ini bisa menjadi alternatif bagi anda untuk menghilangkan kepenatan akibat rutinitas yang mendera.

Rute Ke Pantai Ngobaran Dari Kota Yogya:
Yogyakarta > Ringroad Ketandan > Jl. Wonosari. > Perempatan Sampaan > kids fun > pertigaan Piyungan > Bukit Bintang > Patuk > Sambipitu > Bunder > perempatan Gading > lapangan terbang Gading > pertigaan setelah Lapangan Terbang (ambil kanan menuju Playen) > Pasar Playen > kecamatan Playen > arah Paliyan > Pasar Paliyan > Poslatpur TNI > pasar Trowono > Pantai Ngobaran.

NB : Bila anda belum pernah ke daerah Gunung Kidul, disarankan untuk tidak menggunakan kendaraan roda dua. Jarak tempuh yang sangat jauh dan medannya yang berbukit-bukit akan sangat melelahkan bagi pengendara motor. Selain itu, alasan keamanan menjadi faktor utama. Ada banyak titik di sekitar Playen, Paliyan hingga pantai Ngobaran yang tidak terdapat rumah-rumah penduduk dan kondisi jalannya selalu sepi dari kendaraan. Jika memungkinkan anda bisa menggunakan jasa penyewaan mobil plus driver yang ada di kota Jogja sehingga waktu anda tidak terbuang sia-sia. Tarif rental mobil 12 jam + driver + BBM berkisar Rp.400.000 hingga Rp.500.000 (belum termasuk parkir dan makan supir).