Tiga tahun belakangan ini, nama Ranu
Kumbolo sudah bukan lagi nama yang asing di telinga khalayak umum. Telaga
seluas 15 hektare di gunung Semeru tersebut mendadak jadi popular setelah keindahannya
diekspose dalam sebuah film layar lebar besutan salah seorang sutradara
terkenal di tanah air. Alhasil, ribuan pendaki berduyun-duyun menuju kesana, baik
itu pendaki kawakan ataupun pendaki dadakan. Mereka rela berjalan sekitar empat
sampai lima jam dari desa Ranu Pani, kabupaten Lumajang, hanya untuk bisa
menikmati pesona danau ini. Mereka juga tidak peduli berapa biaya yang harus
mereka keluarkan untuk bisa menyaksikan atau bernarsis ria langsung dihadapan
Ranu Kumbolo demi memenuhi kepentingan eksistensinya di jejaring sosial. Dengan
keadaannya yang sudah krodit sedemikian rupa, jangan pernah kita berekspektasi
bisa merasakan keasrian alam Ranu Kumbolo seperti sebelum merebaknya euforia
film tersebut.
Pagi yang cerah
dan damai disisi timur Ranu Kumbolo.
|
Pada
saat musim pendakian di bulan Mei 2014 lalu, saya kembali menyinggahi danau
yang berada di ketinggian 2.400 meter diatas permukaan laut itu setelah
kedatangan pertama saya pada bulan Juni tahun 2013. Kegagalan mencapai puncak
Mahameru pada pendakian tahun 2013 membuat saya berniat untuk kembali datang
kemari, hanya saja suasananya jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Pagi itu, pelataran camping disebelah barat Ranu Kumbolo terlihat disesaki oleh ratusan tenda para pendaki.
Warna-warni flysheet tenda turut
menyemarakkan suasana ditepian telaga. Agak terkejut juga saya yang kala itu
berpikir antara sedang berada di gunung atau di sebuah pasar. Rupanya, dampak
dari film yang baru saja kita bahas diatas bisa sedemikian hebatnya. Saya tidak
bisa membayangkan berapa banyak sampah yang nanti akan berserakan disitu, dan
berapa banyaknya kotoran manusia yang akan menumpuk dipermukaan tanah yang
tertutup rerumputan. Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam melangkah...!
Disisi barat, terlihat basecamp yang telah dipenuhi oleh warna-warni tenda para pengunjung Ranu Kumbolo. Disaat musim pendakian telah dimulai, anda akan merasakan hal seperti ini juga. |
Tidak
bisa dinafikan bahwa Ranu Kumbolo memang surganya gunung Semeru. Ketika langit
cerah, permukaan airnya akan tampak menghijau. Ketika sedang mendung tertutup
kabut, kita bisa menyaksikan kabut tersebut mengambang diatas permukaan airnya.
Menurut kesaksian beberapa pendaki senior yang pernah berkunjung ke tempat ini
pada akhir 80an, mereka masih bisa melihat sepasang atau sekawanan belibis yang
tengah berenang di Ranu Kumbolo. Sekarang tentu sudah tidak bisa kita temukan
lagi kejadian seperti itu, mungkin invasi para pendaki belakangan ini kian meresahkan
belibis-belibis yang hidup di tempat tersebut.
Pedagang asongan juga bisa anda temukan disekitar Ranu Kumbolo.
Beberapa tahun lagi, mungkin disini bisa kita jumpai pedagang nasi uduk atau
bahkan toko swalayan.
|
Berikut
ini saya akan mencoba sedikit menggambarkan tentang Ranu Kumbolo. Meskipun
sudah sangat banyak artikel membahas objek yang sama, namun saya akan
berusaha mendeskripsikannya melalui sudut pandang saya sendiri.
Danau
Kumbolo yang berada di gunung Semeru, terbentuk akibat letusan gunung
Jambangan. Beberapa pohon Cemara gunung tumbuh disekitar tepiannya, tanaman Verbena Brasiliensis yang berasal dari
Amerika Latin dan memiliki warna khas, yaitu warna ungu juga tumbuh liar tidak
jauh dari danau. Tanaman ini biasa disebut Lavender (Lavandula Angustifolia) oleh
para pendaki meskipun tanaman tersebut bukanlah tanaman yang dimaksud. Tanaman
ini diklaim oleh pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sebagai
tanaman liar yang mengancam keberadaan tanaman endemik gunung Semeru, lebih
khususnya di jalur Oro-Oro Ombo. Meski tersohor karena reputasinya sebagai
tanaman yang invasif, namun kehadirannya yang berbunga ungu cerah ini seolah
menjadi anugerah bagi para penggiat fotografi. Hamparan luas tanaman Verbena Brasiliensis di padang rumput
Oro-Oro Ombo adalah salah satu spot yang
unik dan memiliki keeksotisan tersendiri di mata para fotografer. Hanya saja,
tidak semua pendaki bisa beruntung menyaksikan bunga-bunga ini merekah dengan
warna ungu cerahnya. Andai kita datang di waktu dan musim yang tidak tepat,
maka yang akan kita temukan hanyalah hamparan luas ilalang berwarna coklat tua
saja.
Tanaman asal Amerika Latin, Verbena Brasiliensis, yang kerapkali disangka Lavender oleh hampir sebagian besar pendaki. |
Disebelah
barat Ranu Kumbolo ada sebuah shelter yang
dulu biasa digunakan sebagai tempat beristirahat bagi para pendaki, namun saat
ini shelter tersebut terlihat sudah
sangat tidak layak untuk digunakan. Disitu juga terdapat permukaan tanah yang
cukup luas dan datar sehingga para pendaki bisa membuka tenda dan istirahat
ditempat tersebut sebelum melanjutkan perjalanannya kembali menuju Kalimati.
Pendakian pertama ke gunung Semeru pada bulan Juni tahun 2013.
|
Meski
tubuh sudah didera rasa lelah karena perjalanan yang cukup jauh, namun
sebaiknya kita jangan terburu-buru untuk melewati malam dengan mimpi dan dengkuran.
Kenakanlah jaket dan sarung tangan anda, sebab suhu di Ranu Kumbolo pada malam
hari bisa mencapai 5 derajat celcius. Buka tirai tenda, segeralah keluar dan
bentangkan matras tidur anda didepan tenda. Ambil posisi ternyaman, lalu
mendongaklah ke angkasa raya dimana langit kelam menjajakan gugusan bintang
dengan pendaran kilaunya. Menikmati malam dibawah hingar-bingarnya gemintang
dan dihadapan telaga Kumbolo akan jadi kisah yang tak pernah pudar dimakan
zaman.
Menjelang
pagi, dari sisi barat ini kita akan dimanjakan oleh kehadiran matahari yang
terbit sedemikian indahnya diantara sela-sela bukit yang berada disebelah
timur. Hal ini kembali mengingatkan saya kepada lukisan mainstream karya bocah-bocah yang menggambarkan pemandangan alam,
dimana terdapat matahari yang diapit diantara dua buah gunung atau bukit, lalu
ada aliran sungai atau danau dibawahnya. Kadang, ada beberapa pendaki dan porter yang datang ke Ranu Kumbolo
dengan membawa tongkat pancing, ditepi telaga itulah mereka menyalurkan hobi
mereka hingga berjam-jam lamanya. Menurut informasi yang saya dapat dari
seorang porter, dulu sebelum keadaan
Ranu Kumbolo menjadi ramai seperti sekarang ini masih tersedia ikan Mujair
dengan jumlah yang cukup banyak. Bahkan menurut penuturan dari paman saya, ngkong
Usman, ikan yang ada di Ranu Kumbolo rasa dagingnya lebih gurih ketimbang ikan yang
ada di Segara Anak, di gunung Rinjani. Jelas saja, itu dikarenakan air di Segara Anak
mengandung belerang sehingga mempengaruhi citarasa dari ikan-ikan yang hidup didalamnya.
Suasana ketika sunrise muncul dari balik perbukitan yang berada disebelah timur Ranu Kumbolo (Dok : Deden Hamdani). |
Ada
sebuah tanjakan yang cukup curam di Ranu Kumbolo, kita mengenalnya dengan
sebutan Tanjakan Cinta. Jalur pada tanjakan ini akan terasa sangat berdebu dan
licin manakala sedang memasuki musim kemarau. Yang menggelitik di benak saya
adalah ketika ada sekelompok pendaki belia yang termakan oleh mitos di tanjakan
tersebut, bahkan ada dari mereka yang betul-betul enggan menolehkan kepalanya
kearah belakang. Setelah lelah menjejak di jalanan menanjak, kita akan tiba
disebuah medan datar yang juga menjadi bagian atas dari Tanjakan Cinta. Dari
atas tanjakan ini, view selanjutnya
yang akan kita dapatkan dijamin tidak akan membuat kita menyesal karena sudah
datang jauh-jauh ke tempat ini.
Jalan menanjak dan berdebu di jalur Tanjakan Cinta. |
Kita
bisa beristirahat sejenak setelah lelah menanjak ditempat itu. Sambil melepas
letih, anda boleh mencuri pandangan kearah Ranu Kumbolo yang permukaan airnya
terlihat berkilau diterpa sinar matahari. Air danaunya yang berwarna hijau akan
tampak menawan, jangan lupa untuk mengabadikan moment tersebut sebagai bahan cerita kepada teman-teman anda di
kota.
*****
Ranu
Kumbolo selain menjadi primadonanya gunung Semeru, sekaligus jadi penyambung nyawa
bagi seluruh pendaki, baik yang hanya sebatas berkemah disitu ataupun yang akan
melanjutkan kembali perjalanannya ke Kalimati. Para pendaki akan transit dan mengisi
persediaan air mereka di Ranu Kumbolo, oleh karena itu kebersihan di air telaga
tersebut wajib dijaga dan harus selalu diperhatikan. Terlebih lagi, Ranu
Kumbolo merupakan salah satu sumber air di gunung Semeru yang disucikan oleh masyarakat Hindu Tengger. Mereka menganggap Ranu Kumbolo adalah tempat mandi para
Dewa sehingga tidak diperkenankan bagi para pengunjung yang datang ke tempat
itu untuk mandi apalagi berenang. Dengan ditampilkannya adegan berenang pada
film layar lebar yang booming tiga
tahun lalu, saya merasa baik dari pihak sutradara maupun para pemeran film tersebut
belum memiliki kesadaran untuk bisa menghormati budaya dan tradisi setempat,
atau mungkin juga karena mereka sama sekali tidak mengetahui hal tersebut.
Pernah saya melihat tiga orang remaja yang terpengaruh oleh film tadi, berenang
di Ranu Kumbolo dengan diselingi gelak tawa yang dibuat-buat. Beberapa pendaki
ada yang menyaksikannya dengan tatapan sinis, sebagian lagi ada yang
menganggapnya wajar bahkan cenderung terpicu untuk melakukan hal yang sama
dengan yang dilakukan oleh ketiga orang tadi. Tidak lama kemudian, beberapa orang ranger dari TNBTS menghampiri ketiga
remaja itu, mereka menyuruh ketiganya untuk segera naik dari danau dengan suara
sedikit membentak. Ketiga anak muda tadi akhirnya dikenai sanksi untuk
memunguti sampah disepanjang danau, salah seorang ranger memberikan mereka masing-masing satu buah trashbag. Kejadian itu saya saksikan sendiri
ketika saya datang ke tempat ini tahun 2013.
Tidak
jauh dari Tanjakan Cinta terdapat sebuah prasasti yang dipercaya sebagai salah
satu peninggalan kerajaan Majapahit. Batu prasasti itu tampak dikelilingi oleh
pagar kawat dan bertuliskan Ling Deva Mpu Kameswara
Tirthayatra. Seorang ahli sejarah memprediksi tulisan pada
prasasti tersebut dibuat sekitar tahun 1.182 Masehi. Umat Hindu Tengger yang
datang ke tempat itu sering meletakkan sesajen dan menabur bunga didekat prasasti
sebagai persembahan bagi para leluhur mereka. Puncak gunung Semeru atau puncak
Mahameru diyakini masyarakat Hindu Tengger sebagai tempat bermeditasi bagi para
leluhur mereka untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Hyang Widhi. Wajar
rasanya bila mereka akan berusaha sekeras mungkin untuk menjaga situs-situs
peninggalan leluhur maupun para pendahulunya.
*****
Ranu Kumbolo Dibalik Lensa :
Foto saya dengan background hamparan
tanaman Verbena Brasiliensis di jalur Oro-Oro Ombo.
|
Lukisan alam yang terefleksi diatas permukaan air telaga di Ranu Kumbolo. |
Ikan-ikan kecil yang sedang bermain disekitar tepian danau. |
Mat Jigrig diantara tanaman Verbena yang tumbuh liar disepanjang jalur Oro-Oro Ombo. |
Saya dan Syaiful. |
Untuk bisa bergaya diatas bongkahan batu besar ini, kita harus
bersedia mengantri dengan para pendaki lain.
|
Suasana dipinggiran Ranu Kumbolo saat ini yang selalu ramai oleh
berbagai macam aktivitas dari para pendaki.
|
Foto saat mengunjungi Ranu Kumbolo untuk yang kedua kalinya pada bulan Mei tahun 2014. |
Foto bersama kawan baru asal Ciracas, Jakarta Timur. |
View tepian Ranu Kumbolo dari sisi timur. |
Tampilan Ranu Kumbolo dari atas Tanjakan Cinta. |
Pagi hari di basecamp sebelah timur. |
Tampilan Ranu Kumbolo dari sisi lain. Diambil dari jalur pendakian setelah pos 4. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar