Tepat pukul 10.15 siang, saya dan sepupu saya
bergegas meninggalkan penginapan di Malioboro untuk menuju pantai Ngobaran,
satu dari sekian banyak pantai di kabupaten Gunung Kidul yang belakangan ini
kerap kali menjadi buah bibir di kalangan wisatawan. Berlokasi di desa Kanigoro
kecamatan Saptosari, jaraknya kurang lebih 65 kilometer dari kota Jogja dan
akan memakan waktu sekitar dua jam menggunakan kendaraan. Permukaan jalan
menuju pantai Ngobaran memang sudah di aspal namun terlalu riskan untuk dilalui
oleh bus berukuran besar. Hanya dengan membayar tiket masuk seharga Rp.10.000
perorang (termasuk asuransi Jasa Raharja), kita sudah bisa menikmati tiga
pantai sekaligus, yakni, pantai Ngobaran, Ngrenehan dan Nguyahan. Kali ini,
saya lebih memilih berkunjung ke pantai Ngobaran mengingat masih ada dua pantai
lagi yang akan kami singgahi.
![]() |
Cita rasa Bali sudah mulai terasa ketika kita berada tepat di hadapan
gapura yang di dalamnya terdapat arca Dewa Dewi.
|
Setengah jam sebelum mencapai pantai
kita akan terlebih dahulu melewati perbukitan karst yang terjal dan tandus,
yang di kiri kanannya ditumbuhi pohon-pohon Jati. Pepohonan tersebut terlihat
menjulang di sepanjang jalan yang permukaan tanahnya didominasi oleh bebatuan
cadas, dengan demikian sangat sulit dijadikan lahan untuk berladang. Sebagian
warga ada yang menata bebatuan yang menyembul dari dalam tanah tersebut hingga
membentuk terasering, sekilas bentuknya menyerupai tribun pada sebuah arena
gladiator. Di saat musim kemarau seperti sekarang ini pemandangan yang didapat memang
terkesan sangat gersang, namun view
seperti itulah yang membuat Gunung Kidul tampak mempesona dengan keeksotisan
alamnya.
![]() |
Selepas memasuki gapura, kita akan disambut oleh arca Ganesha yang tampak membelakangi arca Brahma dan dua Dewi lainnya. |
Pukul 12.33, setelah melalui
perjalanan panjang yang berliku dan kadang turun naik, akhirnya mobil rental
yang kami tumpangi tiba di pelataran parkir pantai Ngobaran. Debur ombak yang
terhempas di kerasnya bebatuan cadas bisa jelas terdengar di saat pintu mobil
kubuka. Udara panas juga terik yang menyengat seperti tak mau kalah dalam menyambut
kedatangan para wisatawan. Rasa pening dan mual selama di perjalanan akhirnya
terbayar lunas ketika semerbak aroma laut mulai terdeteksi indera penciuman. Merasa
tak terganggu dengan cuaca sepanas itu, kami pun segera mencari objek yang
menarik untuk bisa diabadikan kamera.
![]() |
Spot di tepi jurang seperti ini biasa dijadikan tempat untuk berfoto dikarenakan latarbelakangnya yang langsung menghadap ke arah Samudera lepas. |
Yang membuatku merasa tertarik dengan
tempat ini adalah adanya bangunan pura, gapura, arca Dewa Dewi dan tempat persembahyangan
bagi para penganut aliran Kejawan. Di tempat itu, terdapat arca sepasang kera
yang tampak seperti sedang berjaga-jaga di depan gapura. Melewati gapura
tersebut maka akan lebih banyak lagi arca yang bisa dijumpai, di antaranya,
arca Ganesha, Brahma, Batara Guru atau Maheswara, Yudistira, Arjuna, Bima Sena,
hingga arca Batara Ismaya, alias Sabdo Palon, alias Semar. Dengan berjalan
sedikit ke arah selatan dan tepat berada di bibir jurang yang di bawahnya
menganga bebatuan karang, di situ ada satu lagi arca Dewa. Ialah arca Wishnu
yang sedang menunggangi Garuda sebagai wahananya dan langsung menghadap ke arah
selatan, ke arah birunya Samudera Indonesia. Kentalnya nuansa Hindu sangat
terasa di tempat ini sehingga menciptakan kesan seperti sedang berada di Bali.
Itulah salah satu daya tarik yang akan didapat manakala mengunjungi pantai
Ngobaran.
![]() |
Keberadaan arca Dewa Dewi juga kentalnya nuansa Hindu yang ada
di tempat ini membuat pantai Ngobaran kerap kali mendapat julukan Bali-nya
Jogja.
|
![]() |
Patung Batara Guru yang tengah memegang trisula, tampak berdiri
tegak menghadap ke arah barat.
|
![]() |
Prasasti di pantai Ngobaran, yang berisi ikrar dan dibuat oleh para penganut Kejawan, |
Pantai Ngobaran dipercaya oleh sebagian kalangan
sebagai tempat persembunyian, tempat singgah hingga moksanya Prabu Brawijaya V
dari kerajaan Majapahit. Seperti yang telah diketahui secara umum bahwa pada
masa Prabu Brawijaya V berkuasa di kerajaan Majapahit, telah terjadi prahara
internal antara ayah dan putranya. Sang anak, Raden Patah, yang sejak kecil
sudah memeluk Islam dan telah diberi lahan kekuasaan oleh ayahnya di
Glagahwangi atau yang kini lebih familiar dengan sebutan demak, justru
menyerang kerajaan ayahnya sendiri setelah ia menjadi penguasa di kesultanan
Demak. Sang ayah yang enggan memerangi anaknya lebih memilih untuk menghindari
konflik dengan cara melarikan diri ke beberapa tempat, salah satunya pantai
Ngobaran.
![]() |
Diantara arca Dewa dan Dewi. |
Pantai Ngobaran diyakini menjadi tempat sang
Prabu untuk melakukan tapa brata. Diberi nama pantai Ngobaran pun tidak
terlepas dari mitos yang mengisahkan bahwa Prabu Brawijaya membakar dirinya
dengan api yang telah ia persiapkan sebagai jalan untuk mencapai nirwana. Api
yang berkobar itu pun menjadi cikal-bakal dari nama pantai ini, Ngobaran. Namun
cerita turun-temurun tentang mangkatnya sang Prabu ini masih bisa diperdebatkan,
pasalnya lebih banyak umat Hindu dan penganut Kejawen (bukan Kejawan) yang
meyakini kalau Prabu Brawijaya V alias Bhre Kertabhumi menghilang atau moksa di
gunung Lawu. Jujur, saya yang membaca beberapa artikel di Google mengenai
wafatnya Prabu Brawijaya V di pantai Ngobaran pun tidak lantas begitu saja
percaya. Setahu saya, Beliau berkelana ke gunung Lawu untuk menghindari kejaran
musuh hingga akhirnya tiba di Hargo Dalem, dan di situlah sang Prabu moksa.
Kalau pun ada dari kalangan tertentu yang datang kemari untuk bermeditasi atau
melakukan persembahyangan, mungkin itu lebih kepada keinginannya untuk
melakukan napak tilas sang Prabu. Tapi itu hanya opini pribadi saya semata,
sebab cuma Sang Hyang Wenang lah yang mengetahui kejadian sesungguhnya. Manusia
hanya bisa meraba sejarah melalui data dan fakta yang kadang itu pun masih
dipermanis dengan rekaan-rekaan imajinasinya.
Kita kembali lagi ke objek wisata pantai
Ngobaran yang saat ini sedang naik daun. Berada di sebelah kanan atau sebelah
barat arca Wisnu, terdapat anak tangga yang biasa digunakan para pengunjung
untuk mencapai bibir pantai. Setibanya di bibir pantai, kita bisa menjumpai
bebatuan karang yang banyak ditumbuhi alga berwarna hijau dan coklat. Di sini kita
senantiasa dibentengi oleh tebing-tebing cadas berukuran sangat besar yang akan
mempercantik setiap gambar yang diabadikan dengan kamera. Lelah dan lapar karena
bermain air? Jangan khawatir, karena ada banyak warung makan yang menyediakan menu
makanan dan minuman. Landak laut goreng merupakan kuliner khas di tempat ini,
namun menu itu bukanlah menu sehari-hari penduduk setempat. Dahaga yang melanda
pun bisa terkalahkan saat kita menyeruput segarnya es jeruk atau air kelapa
muda yang disediakan di warung-warung makan tadi.
![]() |
Arca Garuda yang tengah ditunggangi oleh Wishnu yang langsung
berhadapan dengan Samudera Hindia.
|
Sejauh ini pantai Ngobaran tidak hanya
menjadi destinasi bagi para penikmat wisata pantai saja, mereka yang haus akan
kebutuhan spiritual juga bisa menjadikannya sebagai wisata bernuansa religi.
Selain mengecap keindahan birunya samudera di antara deburan ombak, kita juga
dapat melihat langsung antusias penduduk setempat yang berupaya melestarikan
tradisi dan nilai-nilai luhur dari para leluhur dengan didirikannya
bangunan-bangunan seperti pura, arca Dewa Dewi serta tempat persembahyangan.
![]() |
Dengan menyusuri anak tangga yang mengarah ke bibir pantai, maka kita bisa menikmati view yang berbeda dari spot di tempat ini. |
![]() |
Seorang warga tengah mengumpulkan rumput laut di celah-celah
karang yang digenangi air laut. Hasilnya akan ia jual ke para pengepul rumput
laut untuk sekadar memenuhi kebutuhannya hidup sehari-hari.
|
![]() |
Kadang seorang pencari rumput laut di pantai Ngobaran harus tahu
waktu yang tepat untuk menghindar dari terjangan ombak.
|
![]() |
Berfoto di bibir jurang. |
Nah, untuk apa jauh-jauh ke Pulau Dewata
kalau di pantai Ngobaran saja kita sudah bisa merasakan atmosfer seperti di sana.
Yang pasti, pantai ini bisa menjadi alternatif bagi anda untuk menghilangkan
kepenatan akibat rutinitas yang mendera.
Rute
Ke Pantai Ngobaran Dari Kota Yogya:
Yogyakarta > Ringroad Ketandan > Jl. Wonosari. >
Perempatan Sampaan > kids fun > pertigaan Piyungan > Bukit Bintang
> Patuk > Sambipitu > Bunder > perempatan Gading > lapangan
terbang Gading > pertigaan setelah Lapangan Terbang (ambil kanan menuju
Playen) > Pasar Playen > kecamatan Playen > arah Paliyan > Pasar
Paliyan > Poslatpur TNI > pasar Trowono > Pantai Ngobaran.
NB : Bila anda belum pernah ke
daerah Gunung Kidul, disarankan untuk tidak menggunakan kendaraan roda dua.
Jarak tempuh yang sangat jauh dan medannya yang berbukit-bukit akan sangat
melelahkan bagi pengendara motor. Selain itu, alasan keamanan menjadi faktor
utama. Ada banyak titik di sekitar Playen, Paliyan hingga pantai Ngobaran yang tidak
terdapat rumah-rumah penduduk dan kondisi jalannya selalu sepi dari kendaraan.
Jika memungkinkan anda bisa menggunakan jasa penyewaan mobil plus driver yang ada di kota Jogja sehingga
waktu anda tidak terbuang sia-sia. Tarif rental
mobil 12 jam + driver + BBM berkisar
Rp.400.000 hingga Rp.500.000 (belum termasuk parkir dan makan supir).