Beberapa
waktu lalu, PALAPSA atau Pecinta Alam Perguruan Ksatrya mengadakan acara
kemping bersama yang berlokasi di bumi perkemahan Curug Pangeran, Pasir
Reungit, Bogor. Acara itu diadakan sekaligus untuk merayakan hari jadi PALAPSA yang
ke 45 tahun dengan menjadikan aksi penanaman pohon sebagai acara puncaknya.
Rasa rindu dari beberapa anggota senior PALAPSA akan kegiatan kemping di alam
terbuka pada akhirnya membuat Eko Purwanto berinisiatif untuk merealisasikannya
dengan nama Camping Desember atau CampDes. Kepanitiaan pun dibentuk dengan
susunan sebagai berikut:
Ketua Pelaksana : Eko Purwanto
Sekretaris : Dwiki Budiawan
Bendahara : Andi Setiawan
Bidang Acara : Bambang Ismantoro
Konsumsi : Yuli Puspitasari
Akomodasi : Suhaemi
Perlengkapan : M. Usman & Ari Saputra
Sebagai
sebuah organisasi pecinta alam yang usianya sudah terbilang cukup matang,
program kerja PALAPSA tidak lagi terpaku pada penjelajahan ataupun pendakian.
Lebih dari itu, organisasi ini juga turut memiliki andil dalam beberapa
kegiatan sosial dan pelestarian lingkungan.
Logo PALAPSA |
Tulisan ini hanya sebuah catatan kronologis ketika event CampDes diselenggarakan, juga sebagai bacaan di kala santai untuk mengingatkan kembali suasana penuh kekeluargaan yang terjalin saat itu.
Jum’at, 23 Desember 2016
Pagi
itu, beberapa anggota PALAPSA yang tergabung dalam tim advance mulai
meninggalkan rumah kak Wisnu untuk menuju lokasi perkemahan. Kak Hakim Nasution
dan Radius turut membantu memberikan tumpangan meski nama mereka tidak tercantum
dalam susunan kepanitiaan CampDes. Dari pintu gerbang bumi perkemahan Gunung
Bunder akan memakan waktu tempuh sekitar 10 menit perjalanan menggunakan
kendaraan. Suasana jalan tampak teduh oleh rimbunnya pepohonan, kadang bisa
dijumpai beberapa pengunjung yang membawa anggota keluarganya tengah santai
menikmati sejuknya udara pegunungan.
Tim advance
akan berangkat menuju lokasi CampDes.
|
Pukul 10.11 WIB, tim advance tiba di lokasi. Bang Eko dan kak Bei segera meninjau keadaan, sementara anggota lainnya sibuk menurunkan barang-barang dari dalam mobil. Setelah mendapatkan lahan yang cocok untuk mendirikan tenda, saya, Ari, Dwiki dan ngkong Usman langsung menggelar tenda-tenda tersebut. Kesibukan juga terlihat di sisi lain. Erman tampak asyik membabat semak belukar yang menjorok ke arah perkemahan, sedangkan bang Bei dan bang Eko masih sibuk mengurus instalasi listrik.
Lokasi
bumi perkemahan Curug Pangeran dilihat dari Google Maps.
|
Hari
semakin siang, satu-persatu tenda pun sudah mulai terpasang dan ditata sesuai
dengan denah yang dibuat. Selepas shalat Jum’at, ngkong Kite menyusul ke lokasi
untuk berkoordinasi dengan bang Eko perihal penanaman pohon. Tepat pukul 13.00,
kami mulai berkumpul dibawah pohon untuk sekadar beristirahat dan berteduh.
Tidak lama kemudian, Aris, sang empunya warung datang dengan membawa menu makan
siang. Kami pun menyantap makan siang bersama sambil bercengkrama sekaligus mengisi
ulang stamina yang mulai berkurang untuk bisa kembali melanjutkan pekerjaan.
Tim
advance tengah makan siang sebelum kembali melanjutkan pekerjaan.
|
Selepas
makan siang, pekerjaan yang belum rampung kembali dilanjutkan. Siang hari yang
menyengat tidak menyurutkan semangat tim advance untuk mengendurkan atau
mengurangi intensitas pekerjaannya. Setelah lampu-lampu lampion sudah dipasang
di beberapa dahan pohon, kami pun harus segera membuat tenda untuk panggung.
Saya dan Ari segera melubangi tanah untuk memancang batang-batang bambu,
sementara ngkong Usman menggergaji bambu yang baru saja diantarkan. Di atas
sana, seekor elang Jawa tampak sedang mengangkasa. Entah sudah berapa kali kami
melihat hewan predator itu terbang berputar-putar
di atas perkemahan. Primadona gunung Salak tersebut akhirnya menjadi tontonan
tim advance yang tengah menikmati santap siang.
Tenda-tenda
yang akan ditempati oleh peserta CampDes.
|
Bang
Eko, ketua pelaksana acara Camping Desember 2016.
|
Menjelang
senja hari, kami masih terus berkutat dengan pekerjaan. Sekitar dua hingga
tingga orang remaja wanita yang baru saja turun dari Kawah Ratu, terlihat sedang
berdiri di bibir jurang yang berada cukup jauh dari perkemahan. Mereka
melambai-lambaikan tangan kepada kami, sesekali mereka juga menggoda tim
advance yang notabene “berbelalai” semua.
Tubuh
yang gempal bukanlah hambatan bagi bang Radius untuk bisa memanjat pohon.
|
“Om,
jemput kita dong, om!” teriak salah
satu dari mereka. Berkali-kali digoda seperti itu, sontak Ari pun jadi makin
semangat melakukan pekerjaannya.
Bang
Bei, orang yang paling dibuat sibuk untuk urusan kelistrikan.
|
Tim
advance tengah menikmati makan malam bersama.
|
Pukul
19.15, kami semua berhenti mengerjakan sesuatu karena makan malam sudah
dihidangkan. Menunya cukup menggugah selera makan kami yang saat itu memang sudah
lapar dan lelah. Kang Lukman yang turut membantu dari siang hari pun ikut makan
bersama. Setelah makan malam, saya, bang Bei, bang Eko, ngkong Usman, Ari,
Dwiki dan kang Lukman mencoba memasang layar infocus pada batang bambu yang sudah disambung ke batang lainnya.
Rencananya, besok malam akan ada penayangan dokumentasi yang bertemakan
pelestarian lingkungan sehingga layar tersebut harus sesegera mungkin dipasang.
Sabtu, 24 Desember 2016
Alam
punya cara tersendiri dalam menyambut juga membangunkan kami dari lelapnya
mimpi. Merdunya kicau burung-burung yang bersembunyi dibalik belukar disekitar
tenda kami sudah seperti alarm yang terus-menerus menggerayangi khusyuknya
tidur. Saya keluar dari dalam tenda dan memang langit sudah mulai berpendaran
cahaya. Terlihat oleh saya, kang Lukman sedang meringkuk pulas di luar hanya
dengan beralaskan matras, padahal masih banyak tenda yang belum terisi. Rupanya,
udara pagi yang cukup dingin tidak berpengaruh bagi lelaki yang berusia sekitar
60 tahunan tersebut.
Setelah
menikmati kopi dan sebatang kretek, saya dan kang Lukman segera menuju
pelataran kemah untuk membelah batang-batang bambu untuk membuat tempat sampah.
Sementara itu, bang Eko kembali berurusan dengan kabel dan lampion yang tadi
malam belum seluruhnya terpasang. Pagi itu, kami betul-betul harus berpacu
dengan waktu sebab menjelang siang rombongan peserta CampDes sudah dipastikan
tiba di tempat ini.
Ketika
saya mendapat tugas membuat tempat sampah.
|
Panggung
belum seutuhnya rampung, tim advance pun terus bekerja dibantu kang Lukman.
|
Pukul
09.00, kami mendapat kabar bahwa rombongan akan memasuki tol Sentul. Setelah
selesai membuat anak tangga, saya langsung membantu bang Bei dan ngkong Usman
menyelesaikan tenda panggung. Beruntung dua orang peserta yang sudah tiba dari
sejak tadi malam, Anto dan Kuncung, turut membantu memasang tiang bambu dan
bagian atapnya. Selanjutnya, Anto kembali harus menaiki tangga untuk memasang
lampu tembak dan lampu panggung, sedangkan Kuncung membelah batang-batang bambu
untuk dijadikan tempat meletakkan speaker.
Tronton
yang membawa peserta CampDes sudah memasuki Cikampak, bang Bei segera meminta
Ari membersihkan sisa-sisa potongan bambu yang berserakan di pelataran kemah
agar tidak membahayakan para peserta. Tenda-tenda kembali diperiksa kerapihan
dan kelengkapannya agar nanti tinggal diisi saja. Pukul 11.40, peserta CampDes
akhirnya tiba di lokasi perkemahan. Sebagian tim advance menyambut kedatangan
mereka, namun sebagian lagi ada yang masih sibuk memasang flyingsheet di sisi panggung.
Selamat Datang Di CampDes…!
Tenda-tenda
mulai terisi oleh barang bawaan para peserta CampDes, sebagian dari mereka ada
yang menata letak perlengkapannya sebagian lagi ada yang terlihat berteduh di
bawah pohon. Empat buah lazy bag yang
sudah disediakan di depan tenda langsung dikerubungi oleh anak-anak. Sebagai
salah satu panitia, bang Helmi tidak langsung ongkang-ongkang kaki di dalam
tenda. Ia langsung turun tangan mengangkut kayu bakar untuk keperluan api
unggun malam nanti.
Alfan
dan mainan barunya, baru saja tiba di lokasi CampDes bersama para peserta
lainnya.
|
Bang
Helmi langsung membantu tim advance setibanya di bumi perkemahan.
|
Setelah
memastikan para peserta sudah menempati tendanya, sebagian tim advance akhirnya
bisa beristirahat meski hanya sejenak. Beberapa peserta langsung berbaur dengan
panitia dan tim advance sambil berteduh di bawah atap panggung. Alfan yang
merupakan seorang penikmat kopi, segera meracik kopi Malabar yang ia bawa dan
menyuguhkannya pada mereka yang sedang berteduh. Sesuai dengan program yang
telah diagendakan, nanti para peserta akan bergegas menuju curug Pangeran
setelah makan siang dan shalat ashar.
Alfan
si penikmat kopi, tampak asyik membuat kopi Malabar di saat matahari sedang
teriknya.
|
Pandu
dan Gema langsung menyerbu lazy bag
yang sudah disediakan oleh panitia CampDes.
|
Wulan,
Agnes dan Rosita, ketiga peserta CampDes yang juga eks pelajar PARIPURNA.
|
Pukul
15.15, dengan dikomandoi oleh bang Helmi, para peserta mulai berkumpul di
tengah lapangan untuk diberi arahan sebelum menuju curug Pangeran. Pada briefing beberapa waktu lalu, Ari
ditugaskan oleh bang Eko agar selalu stand
by di tepian air terjun untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,
begitu juga Dani, pelajar yang didapuk sebagai petugas PMR. Dani diberi
tanggungjawab untuk mengurus masalah medis selama CampDes berlangsung. Lima
menit kemudian, secara beriringan kami pun mulai menuju curug Pangeran yang
hanya berjarak tidak sampai 100 meter dari lokasi perkemahan.
Bang
Helmi sedang menginstruksikan para peserta untuk berkumpul di lapangan.
|
Para
peserta tengah berdoa sebelum menuju curug Pangeran. Doa dipimpin oleh kak
Bachtiar.
|
Agnes
dan Rosita: basah pun tak masalah.
|
Meski
ukurannya tidak terlalu luas, namun kolam air yang berwarna hijau jernih
membuat para pengunjung yang datang ke tempat itu merasa wajib mengabadikan
gambarnya. Air terjun ini juga
dikelilingi oleh bebatuan yang ditumbuhi lumut sehingga akan tampak lebih alami
dan kian memanjakan mereka yang hobi bergelut di dunia fotografi. Puas bermain
air di curug Pangeran, para peserta pun kembali ke perkemahan pada pukul 16.30.
Api Unggun, Menyala Terang…
Langit
mulai dirambah kelam, namun suasana di perkemahan justru semakin ramai saja.
Salah satu dedengkot PALAPSA, mas Sentot Harsono, sudah hadir di tempat itu.
Beliau hadir sebagai undangan bersama keluarganya. Acara malam dibuka dengan
penampilan dari Ijo Band, entah mengapa diberi nama demikian. Alfan dan ngkong
Be’es tampil sebagai vokalis dadakan, menggantikan posisi kak Yongki yang
memang tidak bisa hadir malam itu. Setelah Ijo Band tampil, mas Sentot selaku
anggota dan pendiri PALAPSA mulai menaiki panggung untuk memberikan
tanggapannya. Beliau cukup senang dengan diadakannya CampDes karena sudah cukup
lama PALAPSA tidak pernah mengadakan acara kemping semacam ini. Pukul 20.35,
giliran bang Bei unjuk kebolehan dihadapan penonton dengan membacakan sebuah
cerpen berjudul “Palasik”. Isi cerpen tersebut pada dasarnya bercerita tentang
pihak-pihak yang memiliki andil dalam rusaknya ekosistem hutan, sekaligus upaya
melindungi hutan dari para pelaku perusakan tadi meski ditempuh dengan cara
yang terbilang barbar.
Pesan
dan kesan dari mas Sentot Harsono, dedengkot sekaligus legenda hidup PALAPSA.
|
Sebuah
penampilan dari Bang Bei yang membacakan cerpen pada acara malam.
|
Pukul
21.10, acara dilanjutkan dengan lomba joged yang dilakukan secara berpasangan.
Lomba ini mengharuskan si peserta untuk berjoged dengan sebuah jeruk yang
diletakkan di dahi pasangan lomba. Para peserta akan berjoged mengikuti alunan
musik bergenre dangdut yang diputar oleh panitia. Pasangan terakhir yang mampu
mempertahankan buah jeruk tadi tetap berada di dahi (atau wajahnya) dianggap
sebagai pemenang dan berhak mendapatkan door
prize. Untuk lomba yang satu ini, pasangan Alfan dan kiki berhasil
mengalahkan peserta yang lain. Dengan demikian, rasanya tidak sia-sia Alfan
punya keahlian joged ala bapak Djumadi.
Pukul 21.25, panitia dan para peserta
CampDes membentuk sebuah lingkaran yang mengelilingi tumpukan kayu. Ngkong
Usman dan Dani mulai menyulut kayu-kayu bakar yang sudah disiram dengan minyak
tanah tersebut. Api unggun berkobar, sontak area di sekitar perkemahan menjadi hangat
dan terang benderang. Seiring menyalanya api, para peserta pun mulai
menyanyikan lagu “Mars Api Unggun” dan “Hymne Api Unggun” yang digubah oleh
almarhum bapak Koentadi. Kedua lagu tadi sudah sangat akrab di telinga mereka
yang pernah mengenyam pendidikan di Yayasan Perguruan Ksatrya, Jakarta. Pada
lagu Mars Api Unggun, saya dan kak Bachtiar mencoba menyisipkan suara 2 yang
lebih rendah dari suara 1, sedangkan Alfan masih meraba-raba dengan suara 3-nya.
Alhasil, lagu riang tersebut pun jadi semakin enak didengar dengan adanya
harmonisasi semacam itu.
Acara
api unggun yang diiringi dengan nyanyian-nyanyian khas Perguruan Ksatrya.
|
Campfire
with lowspeed.
Taken
by: Alfan
|
Sebagian
peserta non PALAPSA dan anak-anak mulai memasuki tenda mereka pada pukul 22.05.
Angin lembah yang merambah area perkemahan kian terasa dinginnya, membuat
gemigil kujur tubuh sekaligus mengelus-elus kelopak mata mereka yang tidak lama
lagi akan berpamit dari alam sadar. Masih di sekitar perapian, seluruh anggota
PALAPSA dan simpatisan berkumpul. Mereka membuka forum sambil menanti pukul
00.00 tiba, baik anggota maupun simpatisan boleh mengutarakan opini atau
sarannya di sesi ini.
Selamat Ulang Tahun PALAPSA…!!!
Suasana
malam hari di perkemahan Desember, sambil menanti pergantian hari sekaligus
merayakan HUT PALAPSA ke 45.
|
Menjelang pukul 00.00 atau pergantian hari,
seluruh anggota PALAPSA dan simpatisan kembali membentuk lingkaran dan
mengelilingi perapian. Tumpukan kayu yang belum lama telah menjadi bara api kini
sudah diganti dengan yang baru. Sesaat lagi, pijar-pijar api unggun akan
kembali menyala, menyambut hari jadi PALAPSA yang ke 45 tahun. Seperti biasa,
sebelum api unggun dinyalakan para peserta akan hening di bawah remang malam.
Lidah
api mulai menari-nari manakala tumpukan kayu bakar tadi disulut, keadaan
kembali terang benderang. Diawali dengan lagu Mars PALAPSA, kami semua
bernyanyi dalam kegembiraan. Setelah Mars PALAPSA dinyanyikan, tempo diturunkan
untuk masuk ke lagu berikutnya, Hymne PALAPSA. Suasana terasa khidmat saat
menyanyikan lagu ini meski angin malam sudah semakin dingin. Satu-persatu kami
bersalaman dan berangkulan sambil memberikan ucapan selamat baik kepada sesama
anggota PALAPSA, simpatisan ataupun alumni PARIPURNA. Acara kemudian
dilanjutkan dengan penyerahan tumpeng dari angkatan tertua PALAPSA, mas Sentot,
kepada Badan Pengurus Harian (BPH) yang diwakili oleh Bambang Suhermanto aka ngkong
Be’es. Dengan demikian, rampung sudah seluruh agenda di hari itu.
Penyerahan
tumpeng secara simbolis dari anggota senior PALAPSA kepada BPH yang diwakili
oleh Bambang suhermanto.
|
Selamat
ulang tahun PALAPSA, semoga di usia yang sematang ini tidak lagi berorientasi
kepada jelajah gunung dan belantara semata, namun sudah bisa berkontribusi
langsung terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Menuju Kawah Ratu
Suara
yang keluar dari corong loud speaker
itu mendadak membuat gaduh suasana pagi yang masih tenang, suara siapa lagi
kalau bukan suara bang Helmi. Seketika itu juga para peserta mulai merapat ke
hadapan anggota PALAPSA yang hobi mengoleksi seragam lapangan ini. Waktu sudah
menunjukkan pukul 08.40, tidak lama lagi kami akan melakukan perjalanan menuju
Kawah Ratu yang akan memakan waktu sekitar 2 jam dari lokasi berkemah. Sebagian
peserta ada yang sudah mandi dan wangi, namun ada juga yang belum bersedia
tubuhnya terusik dinginnya air yang dialirkan langsung dari gunung Salak.
Bang
Helmi mulai membagi tugas kepada panitia. Ngkong Usman akan berjalan paling
awal, Ari dan Dani ditugaskan di tengah sedangkan saya menjadi sweeper alias orang yang berada di
bagian paling belakang rombongan. Saya menolak, sebab saya akan
mendokumentasikan perjalanan dan harus mobile (meski faktanya lebih sering
berada di bagian depan rombongan), bang Helmi akhirnya hanya mengangguk saja.
Peralatan masak seperti kompor, gas tabung dan nesting ada pada ngkong Usman
dan Ari, sedangkan peralatan P3K sudah lengkap di dalam tas medis yang dibawa
oleh Dani. Sebelum meninggalkan perkemahan, kak Bachtiar kembali dipercaya
untuk memimpin doa.
Tepat
pukul 08.50, para peserta trip ke Kawah Ratu mulai beranjak dari lokasi
kemping. Tanjakan-tanjakan kecil telah dilalui hingga akhirnya kami tiba di
dalam hutan. Kak Bachtiar dan mas Hardjito (adik kandung mas Sentot) berada di
bagian depan bersama ngkong Usman, semangat muda mereka sepertinya kembali
menyala manakala kembali menyapa rimbunnya belantara raya.
Perjalan
menuju Kawah Ratu dimulai…!
|
Suasana
di jalur pendakian menuju Kawah Ratu yang teduh oleh rimbunnya pepohonan.
|
Kami
pun tiba di jalur aliran air, satu indikasi bahwa tidak lama lagi kami akan
tiba di sungai terakhir, spot
terakhir bagi para peserta untuk bisa mengkonsumsi airnya. Pihak Taman Nasional
Gunung Halimun Salak rupanya sudah membuat jalur berbatu tepat disisi kanan
jalur aliran air tadi sehingga bagi mereka yang enggan kakinya kotor atau basah
bisa menggunakan jalur tersebut. Pukul 10.26, saya dan rombongan yang berada di
bagian paling depan akhirnya tiba di sungai terakhir. Beberapa peserta masih
saja ada yang canggung atau ragu dengan kualitas air di aliran sungai itu meski
saya dan ngkong Usman sudah berkali-kali memberi penjelasan bahwa airnya bisa
langsung diminum. Air yang bersumber dari mata air pegunungan jelas memiliki kandungan
mineral dan oksigen lebih tinggi daripada air minum dalam kemasan, disamping
itu juga air pegunungan terbebas dari bakteri selama airnya mengalir. Setelah
pihak “yang dituakan” angkat bicara, mereka yang sangsi tadi akhirnya mau juga
meminum langsung air sungai itu.
Beristirahat
di kali terakhir, tempat dimana para pengunjung yang akan ke Kawah Ratu biasa
mengisi ulang persediaan air minumnya.
|
Keindahan
salah satu spot di kali terakhir yang
saya abadikan dengan teknik lowspeed.
|
Asap Pekat Dan Aroma Menyengat
Tajuk-tajuk
pohon juga rimbunnya dedaunan yang berada di sepanjang jalur sudah tidak kami
lalui, sebagai gantinya adalah sebuah pemandangan dengan batang-batang Cantigi
atau Manarasa yang sudah kering meranggas dan lapisan tanah yang tertutup oleh
endapan sulfur berwarna putih kekuningan. Bebatuan gunung dan cadas yang
berukuran sangat besar terhampar disepanjang lokasi yang kita kenal dengan nama
Kawah Mati atau Kawah Paeh. Entah letusan Salak di tahun berapa yang
menyebabkan material magma tersebut mengalami proses sedimentasi lalu teronggok
kokoh disini, bersanding dengan keeksotisan dahan-dahan Cantigi yang telah mati.
Santai
sejenak sesampainya di Kawah Mati, salah satu dari 3 kawah yang berada di
gunung Salak yang sudah tidak aktif.
|
Peserta
yang berada di bagian terdepan sedang mendaki tanjakan curam di kawasan Kawah
Mati.
|
Pukul
11.10, rombongan yang berada di barisan paling depan sudah tiba di Kawah Ratu,
kawah gunung Salak yang aktivitas vulkaniknya masih dalam batas normal. Meski
demikian, saya tetap mengingatkan kepada beberapa peserta agar tidak turun ke
sungai Cikuluwung ataupun ke kawah Cikuluwung Putri. Kejadian yang menewaskan 6
anggota pramuka asal Jakarta pada Juli 2007 akibat keracunan gas SO2 masih membekas dalam ingatan. 7 Juli 2007,
kak Djati Sudojo mengabari saya via SMS bahwa ada 6 “paket” di Kawah Ratu,
namun saya tidak terlalu menanggapinya. Posisi saya saat itu sedang berada di flying camp gunung Salak bersama Cecep
Rojali yang kala itu belum menjadi anggota PALAPSA. Setibanya di puncak Salak
I, saya memang bertemu dengan beberapa pendaki yang belum lama ikut
mengevakuasi keenam jenazah tadi, mereka pun menceritakan kronologinya dan
meminta saya agar jangan turun via Kawah Ratu. Esok harinya, saya mendapat
kabar kalau pihak Taman Nasional baru saja menutup jalur pendakian ke Kawah
Ratu.
Kak
Bachtiar yang sudah terlebih dahulu tiba di Kawah Ratu.
|
Diantara
kepulan asap kawah…
|
Dani,
si petugas medis yang hobi menyendiri.
|
Agnes
Tassya.
|
Foto
bersama seluruh peserta trip ke Kawah Ratu.
|
Kawah
Ratu dilihat dari Google Maps.
|
Rombongan
terakhir tiba, ngkong Usman dan Ari segera menggelar lapaknya untuk memasak air
dan membuatkan mereka teh atau kopi. Sebagian dari peserta itu ada yang hanya
duduk-duduk saja sambil memandangi view
dihadapannya, namun lebih banyak peserta yang mengeluarkan gadgetnya untuk mengambil foto. Panitia hanya memberikan waktu
sejam untuk sekadar berfoto-foto ataupun menikmati pemandangan karena sangat beresiko
bila terlalu lama menghirup asap sulfur yang pekat dan beraroma menyengat.
Sekitar pukul 12.30, seluruh peserta dikumpulkan di satu tempat lalu kami pun
foto bersama. Lima menit kemudian, rombongan mulai meninggalkan Kawah Ratu
untuk kembali ke perkemahan.
Malam Terakhir
Selepas
isya, para peserta CampDes kembali ke tengah lapangan. Belum lama, kak Djati
baru saja tiba di lokasi dan sepertinya ia masih betah berada didalam tenda.
Suara gitar elektrik, cajon dan tambourine sudah menyeruak dari arah panggung,
mengiringi lagu-lagu dangdut yang terbukti memang bisa menambah suasana
perkemahan jadi semakin hidup. Beruntung ada Revi dan Andi yang tampil lebih
dulu mengisi acara malam sehingga saya dan kak Yongki masih punya waktu untuk tuning gitar.
Kak
Alex Hendrix beserta keluarga bersama kak Djati Sudojo dan mpok Djumi.
|
Lomba
joged di malam kedua, peserta jauh lebih banyak dari malam pertama.
|
Acara
dilanjutkan dengan lomba, namun kali ini peserta yang ikut tidak berpasangan
melainkan perorangan dan bebas berjoged semaunya. Pukul 21.30, bang Helmi
kembali meminta seluruh peserta untuk mengelilingi perapian karena acara api
unggun akan segera dimulai. Pukul 22.00, para peserta dipersilakan kembali
beristirahat ke dalam tendanya sebab besok pagi akan ada kegiatan penanaman
pohon. Dengan berakhirnya acara api unggun tadi, maka agenda di hari minggu
tanggal 25 Desember rampung sudah.
Aksi Penanaman Pohon, Aksi Menanam Kebaikan
Senin,
26 Desember 2016, selepas sarapan, para peserta kembali dikumpulkan di lapangan
untuk mendengarkan arahan dari panitia perihal acara berikutnya yaitu kegiatan
penanaman pohon. Kegiatan ini menjadi acara puncak dari seluruh rangkaian acara
yang telah diagendakan di CampDes 2016. Panitia telah menyediakan 50 pohon
Rasamala dan 50 pohon Puspa, dimana keduanya memiliki kualitas kayu yang cukup
baik untuk kebutuhan pertukangan. Selain peserta, pihak-pihak yang mensponsori
CampDes secara tidak langsung turut memiliki kontribusi terhadap kegiatan
penanaman pohon ini.
Tertangkap
basah sedang mengangkut makanan sisa tadi malam.
|
Peserta
CampDes mulai beranjak meninggalkan perkemahan untuk menuju tempat penanaman
pohon.
|
Pukul
09.12, para peserta tiba di lokasi penanaman, bang Bei segera memberi sambutan
dan menjelaskan tujuan dari kegiatan ini. Sebelum mulai melakukan penanaman,
kak Bachtiar terlebih dahulu memimpin doa agar kegiatan ini bisa bermanfaat
terhadap alam juga terhadap generasi berikutnya. Setelah berdoa, bang Bei,
ngkong Be,es, ngkong Usman dan Dwiki mulai melakukan penanaman pertama,
selanjutnya para peserta dipersilakan untuk memilih lubang yang akan ditanaminya
dengan pohon.
Jalur
menuju lokasi penanaman pohon yang dipenuhi oleh semak belukar.
|
Sedikit
sambutan dari kak Bachtiar.
|
Perwakilan
dari PALAPSA tengah melakukan penanaman pertama.
|
Masing-masing
peserta dibekali tali dan tag berlogo organisasi ataupun perusahaan yang
mendukung kegiatan ini. Tidak hanya orang dewasa saja, anak-anak juga sangat
antusias melakukannya. Kevin, putra Alfan, adalah salah satu contohnya. Anak
itu tidak takut lengannya kotor oleh tanah karena ayahnya terus memberikan
dukungan dan membiarkannya menggali serta menanam pohon yang ia pilih. Ya, untuk
apa merasa jijik atau takut hanya karena tangan kita kotor oleh tanah. Toh kelak, Kevin dan teman-teman
seusianya akan menikmati hasil dari apa yang telah ia perbuat, karena menanam
pohon sama halnya dengan menanam kebaikan.
Pukul
10.20, kegiatan penanaman pohon telah selesai. Alhamdulillah acara ini mendapat
respon positif dari para peserta yang terjun langsung ke lapangan untuk ikut
menanam. Berkemah memang berkesan, namun menebar kebaikan untuk kepentingan
bersama jauh lebih mulia. Alam tidak pernah menuntut manusia untuk merawat atau
menjaganya, karena semua itu dilakukan atas nama kesadaran.
Kak
Wisnu tengah dimintai pendapatnya mengenai kegiatan penanaman pohon yang
diadakan oleh panitia CampDes 2016.
|
Dengan
demikian, CampDes tidak hanya mengajak kita untuk menikmati alam semata, lebih
dari itu kita juga diharapkan bisa berperan serta dalam upaya melestarikan alam
dan lingkungan. Semoga akan ada lagi CampDes di tahun-tahun berikutnya. Salam
rimba…!
Survey
lokasi yang dilakukan oleh tim advance sebelum mendirikan tenda.
|
Menjelang
siang hari, tenda-tenda sudah seluruhnya didirikan.
|
Kak
Poci yang selalu happy…
|
Ngkong
Kite, senior PALAPSA yang juga turut dilibatkan untuk membantu panitia CampDes.
|
Kang
Lukman, anggota PALAPSA yang mengikuti jejak ngkong Kite dengan berdomisili di
Gunung Bunder, Bogor.
|
Dwiki,
salah satu anggota angkatan Kabut Lembah yang masih aktif di sekretariat.
|
Ari,
semakin banyak pekerjaan semakin banyak pula jatah makan.
|
Tim
advance Jakarta dan Gunung Bunder di bumi perkemahan curug Pangeran
|
Name
tag berlogo Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan PALAPSA, yang akan
digunakan pada kegiatan penanaman pohon.
|
Ngkong
Usman harus merasakan sulitnya menggergaji bambu muda yang masih basah.
|
Tenda
di kala senja…
|
Suasana
makan malam di perkemahan, Jumat 23 Desember 2016.
|
Masih
berkutat dengan bambu.
|
Sesi
pemasangan layar infocus pada batang bambu.
|
Merapihkan
tanjakan agar lebih memudahkan para peserta naik atau turun anak tangga.
|
Bang
Eko membantu Anto yang sedang memasang mengikat atap panggung.
|
Kak
Yuli, seksi konsumsi di acara CampDes.
|
Dwiki
turut membantu membawakan barang-barang dari tronton ke perkemahan.
|
Meski
lelah, setidaknya bang Bei dan bang Eko masih bisa tersenyum puas melihat
antusias para peserta yang tampak menikmati acara kempingnya.
|
Kak
Bachtiar yang baru saja tiba di perkemahan.
|
Tidak
ada istilah lelah bagi anak-anak meski baru saja menempuh 3 jam perjalanan dari
Jakarta ke lokasi perkemahan.
|
Memanfaatkan
waktu senggang dengan sebatang kretek…
|
Ngkong Usman dan Alfan tengah santai di salah
satu tenda peserta.
|
Kenji, putra bang Bei…
|
Trio selfie ini tidak akan pernah merasa
bosan untuk difoto.
|
Mengangkut kayu bakar yang akan digunakan
untuk keperluan api unggun.
|
Ketika angkatan 80-an bertemu di alam
terbuka.
|
Selepas berdoa, para peserta mulai menuju
curug Pangeran.
|
Pengunjung curug Pangeran akan melalui jalur macadam
yang di sisi kiri kanannya dihiasi hijaunya tanaman pakis.
|
Sesaat sebelum melompat…
|
Dua serangkai yang ditugaskan untuk stand by di tepian kolam curug Pangeran.
|
Menikmati segarnya air di curug Pangeran.
|
Agnes dan Rosita.
|
Trying to practice water rescue…
|
Cuma bisa menikmati mereka yang sedang
bermain air dari atas batu saja…
|
Sebelum mendaftar jadi anggota angkatan
danau, Ari harus lebih sering latihan renang.
|
Bersiap untuk melompat…
|
Ngkong Be’es dan ngkong Usman terus memantau
anak-anak…
|
Hiburan menjelang senja yang dipimpin oleh
kak Bachtiar.
|
Bang Bei pada saat membacakan cerpen di acara
malam…
|
Kak Bachtiar dan Dwiki sempat menjadi saingan
terberat Alfan dan Kiki pada lomba joged.
|
Api unggun menyala terang..
|
Checking voice…
|
Nyanyian malam sambil menanti HUT PALAPSA
tiba.
|
Suasana perkemahan menjelang api unggun sesi
kedua.
|
Masih menikmati malam…
|
Mas Sentot saat akan memberikan potongan
tumpeng kepada nkong Be’es.
|
Panorama alam di bumi perkemahan Curug
Pangeran, diambil pada pagi hari.
|
Salah satu pohon yang sudah diberi label.
|
Beristirahat sesaat sambil menunggu rombongan
berikutnya tiba.
|
Lokasi berikutnya yang dijadikan tempat
beristirahat.
|
Wulan dan Agnes di jalur pendakian Kawah
Ratu.
|
Perlahan namun pasti, para peserta pun mulai
mendaki tanjakan curam ini.
|
Di salah satu spot yang berada di Kawah Mati.
|
Dwiki dan setelan kebesarannya.
|
Bang Helmi, suami yang selalu mesra kepada
istri…
|
Raise your hand…!
|
Berpose di bibir kawah…
|
Selamat datang di Kawah Ratu, Kevin.
|
Bang Eko siap mengeluarkan kameranya…
|
Diantara batang Cantigi…
|
Bang Eko, Agnes dan Rosita.
|
Bersiap-siap untuk kembali ke perkemahan.
|
Aliran air di kali terakhir yang jernih dan
menyejukkan.
|
Alfan cs saat mengisi acara di malam kedua.
|
Alfan too hot with his Djumadi style…
|
Sedang menancapkan bambu dan memasukkan pohon
ke dalam lubang, beberapa jam sebelum kegiatan penanaman pohon dimulai.
|
Spanduk kegiatan penanaman pohon di acara
CampDes PALAPSA 2016.
|
Bang Helmi dan spanduk penanaman pohon.
|
Suasana jalan menuju perkemahan curug
Pangeran di pagi hari.
|
Kak Wisnu and his family.
|
Panitia mulai mengumpulkan para peserta di
lapangan untuk mengikuti kegiatan penanaman pohon.
|
Para peserta tengah menuruni jalur setapak
yang ditumbuhi belukar dan pakis liar.
|
You won’t realize, they watching us…
|
Mendengar dan menyimak arahan dari panitia
kegiatan.
|
Aily dan Chiro.
|
Bang Eko sedang memberikan arahan.
|
Kak Yongki yang juga tak mau ketinggalan
dalam acara puncak ini…
|
Para anggota PALAPSA yang telah selesai
melakukan penanaman pertama.
|
Wulan dipilih menjadi perwakilan dari PT.
Hadico Persada.
|
Rosa mewakili radio Indika, salah satu sponsor
kegiatan penanaman pohon.
|
Alfan mewakili radio Hitz.
Agnes, Erman dan Rosita menjadi perwakilan
dari PARIPURNA.
|
Om Hari juga turut berpartisipasi.
|
Thank you, you’ve just plant a kindness…
|
Kak Yongki saat diminta untuk memberikan
testimoninya perihal kegiatan penanaman pohon.
|
Akhir dari sebuah agenda yang tak tertulis:
foto bersama.
|
Dani ketika akan menurunkan lampion.
|
Berdoa sebelum berpisah dan kembali kepada
kehidupannya masing-masing.
|
Foto bersama para peserta CampDes PALAPSA
2016.
|
Dan inilah orang-orang dibalik terselenggaranya
CampDes 2016.
|
TERIMA
KASIH KEPADA:
Sponsor:
1. PT.
Hadico Persada
2. Radio
Indika FM Jakarta
3. Radio
Hitz FM Jakarta
Bekerja Sama Dengan:
1. PALAPSA
2. Taman
Nasional Gunung Halimun Salak II
3. Yayasan
Perguruan Ksatrya 51
4. Search
& Rescue Kiblat Indonesia
5. Keluarga
Pecinta Alam Nusantara JaBoDeTaBek
6. Serba
Daya
7. Paripurna