Silhouette gunung Lawu tampak menjulang perkasa
dari arah timur stasiun Solo Jebres, Surakarta, Jawa Tengah. Gunung dengan ketinggian
3.265 meter di atas permukaan laut tersebut adalah gunung yang menjadi tujuan
dari pendakianku saat ini. Satu jam yang lalu, saya dan saudara sepupu saya,
Jufri, baru saja turun dari kereta api Brantas jurusan Pasar Senen – Blitar.
Kami tidak langsung menuju basecamp
Cemoro Sewu melainkan melipir dulu ke sebuah warung kopi yang berada di depan
stasiun. Perjalanan panjang di dalam kereta yang memakan waktu sekitar 10 jam
membuat sekujur tubuh terasa pegal dan kaku, istirahat sejenak pun menjadi pilihan
prioritas. Setelah cukup beristirahat sambil menikmati segelas teh hangat, saya
dan Jufri pun segera beranjak menuju basecamp
Cemoro Sewu yang harus ditempuh sekitar satu setengah jam dengan menggunakan kendaraan
minibus jenis L300.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIN7Em2eEDS7dlh4wM4_LsQjuLYjmRgv6xlfcaNaHt7KKcLyXvUjIzIwpIGoZPrftlglMASmUWBgd45sC0b869p-mCBDX3rTE7jTJCrUxbs4dgFOGqaegGtofC-e6rYzEPvbJdfe8NZ19Q/s640/IMG_3841.JPG) |
Bunga Edelweiss Lawu yang baru merekah di jalur
pendakian menuju Hargo Dumilah. Biasanya bunga-bunga Edelweiss akan mekar
sempurna pada bulan Juli hingga Agustus.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuNIKKohyphenhyphenxyGJP3ldr918umBBuubVcPguAOv-yhSTp4lUM4N206Fg5CMwU16Oj9gAzIeiKIz3UcH9I_Gk1uxsFMkLze0Ig9H_KBi5qdh61GDpLiPAwZ8Ip65k800Uiq56e_wxF3nO4D40o/s640/Lawu+1.PNG) |
Lokasi gunung Lawu dilihat dari Google Map. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivAOfjZMjcMpjah1suE-fBzQ-UEkAWkkT2EifL4pkBZWhK-bxqWfO7l689XlQVirmilysthK6xGJEEyRs3p6IBz8aQ50sc8Tm0sX0PY5jZs0cCG8ZoNZciy2mAxD6_hquPpCoyjPC6hxkH/s640/IMG20170507050827.jpg) |
Suasana di dalam stasiun Solo Jebres di kala
subuh (doc: Jufri). |
Pukul
07.00, mesin kendaraan itu mulai menderu menyusuri jalanan kota Surakarta yang
terbilang tenang. Beberapa warga terlihat sedang menuju ke pasar, tak sedikit
pula muda-mudi yang tampak jogging
atau bersepeda santai di bahu jalan. Meski demikian, suasananya masih jauh dari
kata ramai bila dibandingkan dengan Jakarta. Setengah jam kemudian, kami mulai
dimanjakan dengan pemandangan yang cukup menyejukkan mata. Di kiri dan kanan
jalan tampak perkebunan sayur milik warga, salah satunya adalah kebun wortel
sebagai tanaman yang mendominasi di sekitar situ. Kendaraan yang kami tumpangi
terus menyusuri jalanan yang meliuk-liuk dan menanjak, beberapa kali dapat saya
lihat dengan jelas puncak Lawu. Pagi itu langit sangat cerah, sedikit
memupuskan kekhawatiranku tentang kondisi cuaca yang mungkin tidak bersahabat.
Tepat pukul 08.30, saya dan Jufri akhirnya tiba di pos Cemoro Sewu, kabupaten
Magetan, Jawa Timur. Selepas sarapan di rumah makan dan melakukan registrasi,
kami pun memutuskan untuk memulai pendakian pada pukul 09.30.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwH227D_rqKm0KzQp3UY5pURCHXy8DnsBGvtNjRspid0-nlxy2D44MS0DK8wonbwi-10aQGEehiSTD5b_FBNx6y2-lW1XMKk3FPHmwWjAjhE_V17w8IgbmSvaqe86qO8gZxCs7taQ0Fvdo/s640/IMG_0041.JPG) |
Sesampainya saya di depan gerbang pendakian
Cemoro Sewu, Magetan, Jawa Timur.
|
1. Basecamp –
Pos I : Aman Terkendali
Pendakian melalui Cemoro Sewu
termasuk pendakian yang lumayan melelahkan, sebab jalur yang akan dilalui
merupakan jalur berbatu. Salah satu keuntungan melalui jalur ini adalah rutenya
yang tidak terlalu panjang, namun demikian track
Cemoro Sewu betul-betul membutuhkan kondisi fisik yang prima. Dari pintu
gerbang Cemoro Sewu, kita akan memulai perjalanan yang terus menanjak dengan
melewati pepohonan Cemara Gunung (casuarina
junghuhniana). Itu sebabnya dinamakan Cemoro Sewu atau cemara seribu,
karena tumbuhan ini tampak mendominasi di kiri dan kanan jalan hingga selepas
pos III. Bila angin sedang berhembus, maka kita akan disuguhi merdunya alunan
kidung alam yang dihasilkan melalui ayunan dahan dan daunnya.
Kira-kira seratus meter selepas shelter bayangan, saya dan Jufri tiba di
sebuah bangunan menyerupai bedeng. Tidak begitu jauh dari situ kita akan
menjumpai Sendang Panguripan, salah satu sumber air di gunung Lawu yang dianggap
keramat oleh warga setempat. Para pendaki yang akan naik biasanya akan mengisi
kembali perbekalan air mereka di sini. Saya pun segera mengambil air secukupnya
karena berdasarkan informasi yang didapat, setelah pos V akan ada sumber air
lainnya: Sendang Drajat.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkoHDO11doJM9ZhN0nvwIgwL2-T1G28y0wybxx0gBKm4E3Nr2kSY2VtgZxif7-UM6d7dWwZs0SY2m36aenNma7IG6cZfJhvxsAgLiBWO01Sa27TMKNEpTnUK47yuKxv_0gGLxYQtCbLcFV/s640/IMG_3768.JPG) |
Beristirahat sejenak di pos bayangan, seratus
meter sebelum Sendang Panguripan. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtcLcuvlWt3JEObe5b2EBSs5XV2X0r5-wsh9LtoJsvESY_CSVtvAyIsudYNrcbnYbLx_osZ3nN9mBEzNR-IYVYo89XKePGKVnmXEGCAETgMUEe7MJt9Ws2piYC_dtTQqPUPh1NFDkREouM/s640/IMG_3772.JPG) |
Salah satu sumber air yang dikeramatkan oleh
warga sekitar, peziarah maupun para pendaki : Sendang Panguripan.
|
Lima belas menit kemudian,
tibalah kami berdua di pos I. Pos ini sudah berada di ketinggian sekitar 2.163
meter di atas permukaan laut, hampir menyamai ketinggian gunung Salak. Di
tempat tersebut terdapat sebuah shelter
beton yang bisa menampung dua buah tenda di dalamnya. Persis di depan shelter, ada sebuah warung yang juga
tampilannya menyerupai barak. Selang beberapa menit, datang dua orang pendaki
yang juga akan naik. Mereka berasal dari Surabaya dan kami sempat mengobrol
sejenak sambil melepas lelah. Beberapa saat kemudian, saya dan Jufri berpamit pada
kedua pendaki Surabaya tersebut untuk melanjutkan perjalanan. Menurut penuturan
seorang pendaki yang baru saja turun, jalur yang akan dilalui setelah pos I
hingga pos IV cukup terjal dan melelahkan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh787O6r6NVXxZ2jdEA5_EAP1d2QwpueGir-Dnx2t2EUyr6j4_s73zJAe746c2xYpE7rbUfzkJK2dBSLjaf7bpz2pqdrgJI8pBGT_35c27uNiJakotRdao1cilUidFFn1GdU3dS4RXtbzXp/s640/IMG_3779.JPG) |
Dua pendaki asal Surabaya yang baru saja tiba di
pos I. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7FdGb8c6o9zZzl2s1hlAYoOXgtGo-oelxcws6nZ4iQemhrQfD6LtNWtkTclkRD-VxaBoq_HyS3KWM9cTu4vEUC-OuwrDEkPymm9pC61bP3aypWbsZntBO3ng_HPzWXzR5CVbYZGkwtUVw/s640/IMG_3780.JPG) |
Plakat informasi ketinggian yang berada pada
shelter di pos I.
|
2.
Pos I – Pos
II : Mulai Melelahkan
Dari Pos I menuju ke Pos II akan
memakan waktu sekitar dua jam, mungkin bisa kurang dari itu bila pendaki
tersebut sudah terbiasa melalui jalur ini. Sepanjang perjalanan, saya tak bisa
menyaksikan pemandangan apa-apa karena kabut pekat yang datang dengan cepat dan
membuat jarak pandang semakin pendek. Seiring munculnya kabut, tubuh pun mulai
menggigil sehingga tidak ada pilihan lain bagi kami selain tetap melanjutkan
perjalanan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkQUrIdLu3JZnqbRtGillpuU40hqoidnVU2uyslzPxVmx8fizB67lBy7Sl7ceqW80NHwLPKeck9eMRHYLs6LZB1Y6kQOiQjAOAf5FegTWJCp8Z3oAsjgT7tk_eZexdADGYaPmLnEztABeG/s640/IMG_3801.JPG) |
Suasana mencekam di jalur pendakian yang dingin
dan berbalut pekatnya kabut. |
Di pertengahan jalan menuju pos
II, kami melewati sebuah batu berukuran besar yang cukup menarik perhatian. Orang-orang
biasa menyebutnya sebagai Watu Jago karena memang sekilas bentuknya mirip ayam
jago yang sedang membusungkan dada. Tapi menurutku, batu yang tegak menjulang
sekitar tiga meteran itu malah lebih mirip dengan Puncak Garuda yang berada di
gunung Merapi. Namun sangat disayangkan banyak ditemukan coretan-coretan alay
di Watu Jago tersebut, sebuah perilaku vandalisme yang dilakukan sebagian oknum
penikmat alam yang terlalu naif dalam mengimplementasi dan mengekspresikan
kreativitas.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgq63fe1RnkHLrUATvT8dUYT5TZKiwJOkOBZ_MhizuZL5ccz3VDWRSOksI00fELDM4UFAqhJJ96DOoGUbMaKrmGZHXlgPUyfJQwhSFdka5cvxNFdNb9RtMcezSoaMfcaD1BVEmyLkFTBFvC/s640/IMG_3785.JPG) |
Watu Jago yang berada di antara pos I dan pos
II lengkap dengan coretan dari tangan-tangan tak bertanggungjawab.
|
Setelah berkali-kali beristirahat
di tengah jalur, sayup-sayup bisa kudengar suara orang yang tengah berbincang.
Tubuh yang kian lelah akibat didera track
yang cukup bikin hati gerah, perlahan mulai kembali bergairah. Sepertinya,
tidak lama lagi kami akan tiba di pos II, pikir saya saat itu. Benar saja, dua
menit kemudian saya dan Jufri akhirnya tiba di pos II yang juga terdapat sebuah
shelter dan sebuah warung tepat di
sebelahnya. Di depan shelter tadi
telah berdiri tiga buah tenda dengan background
tebing terjal yang memiliki kemiringan sekitar 90 derajat.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7Dz2fJKnEcwMC5TmfQtAADx8yZZatIFcoVtDcjZOTPL9qcjrEN1tSX9QPXHuHevqCNThbgxBD5nzpkvY6IPbA9luEMOLGTkK6_AytvQG6JptysQ3iEKCMeJxV8gB_pMmyfl1Ld1DC2-2Q/s640/IMG_3790.JPG) |
Shelter di pos II yang keadaannya kotor dan
tidak terawat.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCAoH0KvKrnSbhf_RTr1s7GAQsNHjMsbkZ092ZKEXV_u8A0ikea8hS9di_H-24HMg42c821EaqqVP5SyVjSPUhrrfmQT53jpBvgTVF5tPl3UBzc3i8phaqzErd4Ty-PGcQJaTfAcO5cVE4/s640/IMG_0061.JPG) |
Mengatur nafas sejenak sebelum kembali
melanjutkan perjalanan. |
Pos II atau biasa disebut Watu
Gedheg, sudah berada di ketinggian 2.579 mdpl. Kami beristirahat untuk kembali menghimpun
tenaga, sebab selepas pos ini jalur pendakian mulai memamerkan arogansinya
dengan menyuguhi tanjakan-tanjakan curam. Beberapa kali Jufri menggelengkan
kepalanya manakala ia mendongak ke atas, ke arah tanjakan berbatu yang berada
di depan mata. Sabar dan selalu menikmati setiap tanjakan menjadi cara ampuh bagi
kami untuk tetap optimis melanjutkan perjalanan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS9aB9AzR3gcRXMyA4wU9Zm-uNgtm2gbjQcbIbaWz42ZFiZshGCfkEt6W3nHSNwLCtOC_MMhEb_wlD0nwC5UjlQXkEYu-_BuuLuDjm2h0oOVgruo4pDytU3qcvEWAiKcpAK1eeJlhJqMsK/s640/IMG_3781.JPG) |
Terus menanjak dan terus mendaki… |
Pos II –
Pos III : Diantara Selimut Kabut
di perjalanan dari pos II menuju pos III, saya tidak terlalu
detil memperhatikan apa yang ada di sekitar jalur pendakian. Selain kabut tebal
yang kerap kali membuat jarak pandang menjadi terbatas, gerimis yang dibawa
oleh kabut tersebut pun membuat saya dan Jufri harus memacu langkah lebih cepat
lagi. Beberapa kali kami berpapasan dengan para pendaki yang baru saja turun.
Setiap kali kami tanyakan jarak yang masih harus ditempuh untuk mencapai pos
III, mereka hanya menjawabnya dengan kata “lumayan”, satu jawaban yang memiliki
makna luas dan rancu untuk dideskripsikan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3H5xCqlsXrXijlHLTGUivk7ym2ffwt0xiKdxFe9GonrnUhz9RPpk1vhcIzcQsrKRQKGPQznzgdo9iKZ6WDYTEoS5jsJnoWTMHiuAIifWEqa0uidWs52nu_7mfrXdGw_3F8yeCMWebPU7l/s640/IMG_3786.JPG) |
Kali ini giliran Jufri yang menjadi korban
terjalnya track menuju pos III.
|
Setelah satu
setengah jam berjalan, saya dan Jufri sampai juga di pos III pada pukul 14.45.
Seperti biasa, pekatnya kabut membuat kami tidak bisa melihat apa-apa selain
mendapatkan kesan yang sunyi mencekam. Jufri mengeluarkan sebatang rokok putih
dari dalam tas slempang. Ia sepertinya akan memuaskan dendam kesumatnya
mengingat mulutnya sama sekali belum menghisap sebatang rokok dari sejak berada
di pos I hingga ke pos II. Lima menit kemudian, kami beranjak dari shelter di pos III menuju pos
berikutnya.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSzMpCMc5jZ_bKeDKKK-QdVIi2twsxIkMkMHNfyQjIWDKvpLhKdGKpUSzRoTWBiOso1ugAK82m-wtLRRqa6hEtKH7TvKbhFR5F6SubE5RNEPnO7JefiNl5u5scLOXnVqYO8hIAO1eOBrG7/s640/IMG_3808.JPG) |
Plakat pos III yang terpasang pada shelter. |
4.
Pos III –
Pos IV : Stairway To Heaven
Nafas kembali tersengal ketika menyusuri
jalur pendakian yang semakin menguras stamina. Otot betis dan paha dipaksa
untuk terus bekerja meladeni tanjakan-tanjakan terjal berbatu yang seperti tak
ada habisnya. Di tengah rasa letih yang melanda itu, saya lebih memilih untuk
menepi dan beristirahat meski hanya untuk beberapa saat. Kadang seekor Jalak
Gading (Turdus Poliocephalus) datang
dengan tiba-tiba, mendarat tepat di sebelah saya. Burung cantik itu sepertinya
sudah terbiasa dengan kehadiran para pendaki sehingga tak ada rasa takut
manakala berada di dekat kami. Tingkah lakunya yang kerap kali melompat-lompat
di jalur pendakian justru membuat saya jadi terhibur dan sedikit melupakan rasa
lelah yang mendera. Inilah satwa penghuni gunung Lawu yang namanya sangat
popular di telinga para pendaki. Meski banyak ditemukan di sini namun kita tidak
bisa mengklaim bahwa hewan ini endemik Lawu, sebab di beberapa gunung di pulau
Jawa hewan ini masih sering kita jumpai.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjeaj04hl62LVIMMEvDH1Di0Eioi1f5jk30f4XHWt2cEnE6iIgJOYJGhfXqIRl79xZDsvCjksSq8z5MYR8_vnaqityd1_6ZLGNF2WB9hdAcoSfVJ3SPqpVtStHbL-adR0xIIlQpby82rkY5/s640/IMG_0085.JPG) |
Jalak Gading yang kami temui di tengah-tengah
jalur pendakian menuju pos IV. |
Rasa
kantuk yang luar biasa akibat sama sekali belum tidur ketika berada di kereta
membuat saya nyaris kebablasan. Tak terasa saya terlelap di tengah-tengah jalur
pendakian sekitar lima menit lamanya, beruntung Jufri segera membangunkan saya.
Saya terbangun dan masih tertegun, setengah sadar. Perlahan saya memandang
sekeliling dan baru ngeh kalau tempat
kami beristirahat ini merupakan tempat ditemukannya jasad lima pendaki yang
tewas dua tahun lalu akibat kebakaran yang melanda hampir seluruh lereng gunung
Lawu. Dengan mata yang masih setengah mengantuk, saya bangkit dan mengajak
Jufri untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Di
pertengahan jalur dari pos III menuju pos IV, kita akan berhadapan dengan
tanjakan-tanjakan zig-zag yang telah diberi batang-batang besi untuk
berpegangan, saya lebih suka menyebutnya dengan istilah stairway to heaven. Tanjakan curam tersebut akan terus menggiring
kita hingga ke satu tempat yang lebih terbuka dan tak terlindungi dari
pepohonan tinggi. Bila telah berada di tempat yang baru saja disebutkan, maka tak
jauh dari situ kita akan segera tiba di pos IV yang tanahnya lebih didominasi
oleh bebatuan kapur. Di sini sangat riskan untuk membuka tenda karena tak
adanya pohon-pohon yang berfungsi untuk menahan atau menghalangi terpaan angin,
cuma ada beberapa pohon Cantigi saja itu pun tingginya hanya setengah hingga
satu meter.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj31NzJS2hUjuo9B7bEBNqMbsK7FYesgKOfQ2LWj8jdbBtWJcQlRjN1zdbKfTlaiyk0dTDlPl0oaAzyKiGRVVUMkfC37eqdL70_K8nR-JcTXT0HLSrUTI2pb1elD1vDhvtviSJCuCjfNWq2/s640/IMG_3810.JPG) |
Sesampainya di pos IV, kita tidak lagi menemui
pepohonan yang menjulang tinggi, sehingga jurang yang berada di sisi kiri dan
kanan pun akan dengan jelas terlihat. |
Pukul
16.28, saya dan Jufri akhirnya tiba di pos IV. Niat hati ingin istirahat
sejenak di tempat itu namun baru saja saya meluruskan kaki, kabut pekat sudah
sedemikian cepatnya menyapu seluruh area di pos IV. Udara dingin kembali
menjamah tubuh kami yang masih ingin berlama-lama bersandar pada carrier. Khawatir dihadang hawa dingin
lebih lama lagi, saya dan Jufri akhirnya memutuskan untuk melanjutkan
perjalanan hingga ke pos V, toh
kabarnya track dari pos IV menuju pos
V sudah tidak terlalu menggemaskan sehingga kami cukup berjalan santai saja.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkjEGgceIrnCphcgKrh7RQ460Et4klg2TBelWuiUDUxJ4dehkG8BVgSZxP0r2SHloym9aK1lmzw-lM5emHvSK8met4dDUJMKOpssoZciglYVNemgidUpvIHL1T48ZSbRWUIodV9J9W6O78/s640/IMG_3809.JPG) |
Plang di pos IV. |
Pos
IV – Pos V : Gorengan Penyambung Langkah
Matahari
sudah semakin menukik di balik perbukitan namun langit masih menyisakan cahaya
senjanya. Dari selepas pos IV, saya sudah bisa menyaksikan gumpalan awan yang
berada di bawah saya sedang melayang tenang. Sore hari yang indah, saya pun
jadi semakin bergairah untuk memacu langkah agar tiba di pos V sesegera
mungkin.
Pukul
16.55, kami tiba di pos V yang juga terdapat sebuah warung plus tempat untuk
para pendaki bermalam. Kami pun bertanya arah menuju warung Mbok Yem atau Hargo
Dalem kepada sang pemilik warung yang rupanya sedang asyik mendengarkan siaran
radio lokal. Udara dingin dan faktor kelelahan membuat perut kami berbunyi semenjak
berada di pertengahan pos III, mata kami pun secara tak sengaja jelalatan ke
meja warung yang saat itu memang sedang menyediakan menu gorengan. Kami sudah
tak bisa berpura-pura menahan lapar lagi, alhasil beberapa potong pisang dan
tempe goreng akhirnya kami gasak untuk memenuhi kebutuhan biologis. Setelah perut
yang keroncongan sedikit terisi, juga setelah mendapat petunjuk dari si pemilik
warung, saya dan Jufri segera berpamit diri untuk kembali melanjutkan
perjalanan.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqo7S151tm3hyULsHcSzOnWAJV0nlWu4aC1uVxIQUA9yDeiu7A00FRo1EIhfuIur_E3X8nlqlNqFZK5ikAT0mwjpk8ez5SEHoFMhY1I5eqISMcm1S8beiaXi86tRoOv6WUNs72zgOtFDXE/s640/IMG_3811.JPG) |
Track yang harus dilalui dari pos V untuk menuju
Sendang Drajat dan Hargo Dalem. |
Sebelum
tiba di Mbok Yem, kita terlebih dahulu akan melalui Sendang Drajat, salah satu
sumber air yang lagi-lagi dikeramatkan di gunung Lawu. Para pendaki bisa
mengisi ulang perbekalan air minumnya di tempat tersebut. Jarak dari pos V ke Sendang
Drajat hanya setengah kilometer, jalanan yang akan dilalui pun sudah terbilang
landai dan tidak terlalu melelahkan. Selepas pos V, mata kita akan disuguhi
pemandangan berupa hijaunya sabana yang berada di sebelah kanan jalan. Tanaman
Edelweiss Jawa (Anaphalis Javanica) dan
Cantigi (Vaccinium varingifolium) akan sering dijumpai di tempat ini,
namun sayangnya saat itu bunga Edelweiss Lawu belum banyak yang merekah
sempurna.
Sendang
Drajat : Di Dalam Lindungan Gua
Pendaran
cahaya di angkasa mulai meredup seiring berpamitnya sang surya dari sebelah
barat cakrawala. Suasana mendadak senyap, namun sesekali desau angin yang
meluncur dari balik perbukitan sedikit mengisi keheningan itu. Derap langkah
kami terdengar jelas hingga akhirnya saya dan Jufri tiba di Sendang Drajat pada
pukul 17.24. Sadar dengan keterbatasan pandangan, maka saya memutuskan untuk
tidak melanjutkan perjalanan ke Mbok Yem. Tas tenda di bongkar, fly sheet dibentangkan, pasak juga frame dipersiapkan, dan dengan tangan
yang sudah membeku kami mulai bergegas mendirikan tenda. Selang beberapa lama
kemudian tenda pun terpasang, saya dan Jufri lalu memindahkan tenda ke dalam
gua yang terletak persis di sebelah sumber air Sendang Drajat. Biarlah tak jadi
ngecamp di Mbok Yem, di sini pun
tempatnya sudah cukup nyaman. Selain sangat dekat dengan sumber air, tenda kami
juga terlindung dari paparan angin yang berhembus baik dari arah lembah yang
berada di sebelah barat maupun timur.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUE90X58Izglhyphenhyphen2XWoQWTKvhyfhT9SqKChnWV9PG6wThl7bpmhz2lE9KBDgKlWTgpeoIMohLj5Fu-4T0H8unBUrYKei3SBswE3uZIjRuS1t85cHHo3_tfDqh9Mpl6zB7e9GR4bibsCkruo/s640/IMG_0090.JPG) |
Sesampainya kami di Sendang Drajat, beberapa
saat sebelum adzan Maghrib.
|
Setelah
perlengkapan dimasukkan ke dalam tenda, saya pun segera menyalakan Trangia untuk memasak air. Mie instan
hangat dan segelas teh tubruk sepertinya enak untuk dinikmati di saat udara
sedang sedingin ini. Saking asyiknya memasak, saya sampai tidak sadar kalau ada
sepasang remaja asal Solo yang mendekat, satu perempuan dan satunya lagi lelaki.
Lalu yang remaja lelaki bertanya kepada saya;
“Maaf,
mas, kira-kira kami bisa numpang tidur di tenda si mas, ndak?
Kita tadi baru habis dari puncak tapi kemalaman, mau turun sekarang tapi kami ndak bawa senter, takut kenapa-kenapa di
jalan” ucapnya. Saya tidak langsung menjawab, saya perhatikan kedua pasangan
itu memang hanya bermodalkan 2 daypack
dan satu buah matras. Teman perempuannya yang berkerudung masih lebih beruntung
sebab ia mengenakan jaket dan menggunakan celana panjang meski yang digunakan
adalah celana jeans, sedangkan yang
lelaki hanya menggunakan kaus dan celana pendek saja. Sepertinya mereka memang
tidak ada rencana untuk bermalam sehingga perlengkapan mendaki yang dibawa
sangat jauh dari kata standar.
“Besok
subuh kami turun, kok. Cuma semalam
ini saja, bisa ndak, ya?” tambahnya
lagi. Dengan mempertimbangkan keselamatan kedua pemuda tadi, saya pun akhirnya
mempersilakan keduanya untuk bermalam di tenda.
Menjelang
malam, saya, Jufri dan kedua remaja asal Solo tersebut mengobrol di luar tenda
sambil menikmati pancaran purnama. Saya membuat dua gelas susu jahe, satu untuk
saya dan Jufri, satunya lagi untuk mereka yang terlihat mulai menggigil kedinginan.
Umur mereka rupanya baru 18 tahun. Kepada saya, si lelaki mengatakan kalau
hubungan mereka hanya sebatas teman saja.
Edelweiss
Ungu Dan Puncak Lawu
Pukul
05.15, suasana di luar tenda mulai gaduh oleh suara orang-orang yang akan
berburu sunrise di puncak Lawu. Kedua
remaja asal Solo yang tadi malam numpang
tidur di tenda kami baru saja angkat kaki. Mereka tidak banyak tingkah ketika
berpamitan, mungkin karena malu akibat tertangkap basah tengah melakukan perbuatan
tidak senonoh ketika saya dan Jufri sedang terlelap. Sebenarnya bisa saja saya
mengusirnya dari tenda saat itu juga, tapi sekali lagi saya mengkhawatirkan
keselamatan mereka bila harus tidur di luar atau terpaksa turun di saat waktu
masih menunjukkan pukul 02.00 dini hari.
“Semprul! Udah ditolongin,
disuguhin minuman pula, masih aja kepikiran buat mesum di tenda gue. Dasar bocah nggak tau diri!” umpat saya dalam hati. Tidak habis pikir, padahal
si perempuan mengenakan hijab tapi siapa yang sangka kalau penampilannya itu
hanya sekadar kamuflase agar terlihat apik di mata publik. Mungkin ke depannya,
saya akan membuat kebijakan sendiri bila ada pasangan non muhrim yang akan
numpang bermalam di tenda saya.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPs_jvtoM-WYVaI8hEf-pvfQLF0As0D2FhCHwaxdNhaGpX4TkvY47oruavSb0rXF_rOV7MffryPFjWLPqCtKBLaYdvewyOvIBmXgotAAJiJlFkeWPN8uvrUjbmL1G9xLEJLzlqwi9lzLhZ/s640/IMG_0096.JPG) |
Menikmati pagi sambil menanti terbitnya
matahari. |
Matahari
mencuat perlahan dari balik cakrawala di sebelah timur, gumpalan awan yang
tertiup angin pagi perlahan berduyun-duyun mengarah ke utara. Penampakan awan yang
bergulung-gulung tadi membuat perkemahan kami seperti berada di atas lautan awan,
maklum saja karena tempat ini sudah berada di ketinggian 3.177 mdpl. Dengan
membawa satu buah carrier juga tas
kamera, saya dan Jufri mulai melangkahkan kaki menuju Hargo Dumilah, titik
tertinggi di gunung Lawu. Perjalanan dari Sendang Drajat menuju puncak Hargo
Dumilah hanya membutuhkan waktu sekitar setengah jam, bahkan kurang.
Sesampainya di persimpangan jalan antara puncak dan Hargo Dalem, jalur
pendakian kembali menguji fisik kami dengan track
yang menanjak. Di sini, sekumpulan tanaman Edelweiss siap menyapa para pendaki
yang akan menuju Hargo Dumilah. Satu hal yang membuat saya takjub dengan bunga
Edelweiss di Lawu adalah bunganya yang tidak hanya berwarna putih cerah saja,
warna kuning dan ungu kemerahan pun banyak dijumpai di track ini. Terlebih Edelweiss ungu, bunga abadi khas Lawu ini memang
melegenda dan kerap menjadi bahan cerita para pendaki era 80 hingga 90-an. Saya
bernasib mujur, saat itu ada beberapa Edelweiss ungu yang sudah mekar di track menuju Hargo Dumilah.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh7yKDF3XLt3qZC22Gsqof_BdH3XyLXL3xTOOeKS45jXYdMTjgtCBxUq_hnx9-XFxEgQrDAVI1we1Mls5nMaeJPVe33w8xqqN3bZ3TA7Q_pNeYimTpOe0pZIqaAJERXngmfqUgCU8UpJDJ7/s640/IMG_3879.JPG) |
Edelweiss ungu yang tumbuh di gunung Lawu.
Bunga ini saya jumpai di track pendakian menuju puncak Hargo Dumilah.
|
Hargo
Dumilah : Setitik Surgawi Di Puncak Lawu
Nafas
tersengal tidak karuan ketika telapak kaki menjejak tanjakan berbatu. Kadang
saya menoleh ke arah Jufri yang tertinggal di belakang sambil sesekali mengatur
nafas. Aklimatisasi memang menjadi menu wajib bagi para pendaki yang akan
melakukan summit, sangat wajar bila
nafas jadi kian boros akibat berkurangnya tekanan udara di track dengan ketinggian seperti ini. Sayup-sayup, telinga saya mulai mendengar suara tawa dan candaan
namun saya belum melihat siapa-siapa karena pandangan di depan masih tertutup
pohon-pohon Cantigi. Saya melangkah pelan melewati beberapa undakan hingga akhirnya
saya bisa melihat sebuah tugu dengan bendera merah putih yang tengah berkibar
dan itulah tugu Hargo Dumilah alias puncak Lawu! Pukul 06.05 kami telah
berhasil menjejakkan puncak di titik tertinggi di gunung Lawu, gunung yang katanya
memiliki udara paling dingin sepulau Jawa. Tampak beberapa pendaki sedang
merayakan pencapaian tersebut dengan berpose bebas di depan tugu ataupun sambil
memegang plakat puncak Lawu. Salah satu pendaki asal Surabaya yang kami temui
di pos I juga ada di situ, ia memberi salam hangat kepadaku yang baru saja
tiba. Saya bersandar pada dinding tugu itu sambil mengatur nafas dan sambil
melepas pandangan pada keindahan panorama yang tersaji. Adalah suatu perjuangan
untuk bisa mencapai puncak sebuah gunung, begitu pula dengan puncak Lawu yang
memiliki ketinggian 3.265 mdpl ini. Di tempat ini, rasa lelah para pelaku
pendakian telah terbayar oleh megahnya mahakarya Sang Pencipta. Akhirnya…!
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhI7PFJ2vrtjdfCb28zsA7dFb16no4kcexdF_O0D42vFKOIPPSrgqhAOFEp06_y-FfFmh4mdXccwXaO4a2-chnfhLI1HJRVUXHsSoSkrdArHSu5nM5uNZhyZxdEE2cpRfYiNSSg0lqanaeJ/s640/IMG_0112.JPG) |
Tugu di puncak Hargo Dumilah, titik tertinggi
di gunung Lawu.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3p6bRjPAn1JP2fISCVIDCDuWs4bTaGEp_JQ5GPg-LPFyhPOYZDmv8s6Dpx-7qHSg9QSjdhVeBKi89eiTahkOOKX1uZgkTi6rD_1QgXHAlA3CrW9YP9DP2Jr3ok-hojhjwTOTvK7byQ8V7/s640/IMG_3830.JPG) |
Saya dan Jufri, dengan latar belakang samudera
awan. |
Meski
telat mendapatkan sunrise di puncak,
namun matahari masih begitu dekat dengan garis horison sehingga kami masih bisa
menikmati pendaran sinar keemasannya. Langit yang indah membiru dan bentangan permadani
awan seolah menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendaki yang gemar selfie. Dari tempat itu, saya juga bisa
melihat Telaga Kuning yang berada tidak begitu jauh di bawah. Biasanya para
pendaki akan camping dan melakukan
upacara bendera di sana pada saat perayaan hari ulang tahun kemerdekaan RI.
Ada
yang menarik di puncak Hargo Dumilah yang mungkin belum diketahui sebagian
orang. Gunung Lawu adalah satu-satunya gunung di Pulau Jawa yang berbatasan
dengan dua provinsi, yaitu provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Batas kedua
provinsi itu akan mengerucut tepat di puncak Hargo Dumilah sehingga bila anda
berada di sebelah timur tugu Hargo Dumilah maka anda telah berada di wilayah
Jawa Timur, begitu juga bila anda berada di sebelah barat tugu tersebut maka
anda telah berada di wilayah Jawa Tengah.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3X423fCEdxO9QLZcdeWjOC5CF9klGixwQJs-DEjO8wn8prn51tAMgYTHamiIBYV2a8rXUFtOG2SCVV_aco3M2npA7pnhtOAKT1mJibgWRIK2tM86yEbpZPIF7YFUHE2EsBA0YMBf3rq2H/s640/Lawu+2.PNG) |
Lokasi puncak Lawu dilihat dari Google Map. |
Pukul
06.55, saya dan Jufri kembali turun ke Sendang Drajat untuk membuat minuman
hangat dan sarapan. Kami turun tak tergesa-gesa sebab kami masih akan tinggal
semalam lagi di tempat ini. Kesunyian gunung Lawu beserta misteri yang tersirat
di setiap sapuan kabutnya, membuatku tak pernah merasa bosan untuk menikmati
khidmatnya ketenangan itu.
Sedikit Info
Gunung
Lawu terletak di antara tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Saat ini, gunung
Lawu memiliki tiga jalur pendakian yang resmi yaitu jalur Candi Cetho, Cemoro
Kandang dan Cemoro Sewu. Jalur Cemoro Sewu lebih popular karena jarak tempuhnya
yang relatif lebih pendek ketimbang jalur di Cemoro Kandang ataupun Candi
Cetho. Pada ketinggian tertentu, pendaki akan menjumpai tanaman Edelweiss yang
biasa tumbuh tidak jauh dari puncak gunung. Selain Edelweiss, gunung ini juga
memiliki ratusan spesies bunga Anggrek.
Di
sini, Jalak Gading menjadi hewan yang biasa ditemukan, namun selain itu masih
banyak lagi fauna yang keberadaannya jarang terekspos. Sebut saja musang, babi
hutan, harimau, anjing hutan, ayam hutan, kijang dan kera. Dari beberapa kali
penelitian yang dilakukan pada tahun 1999 hingga 2005, kerap kali ditemukan
kotoran dari sejenis kucing besar. Selain memiliki flora dan fauna yang
beranekaragam, Lawu juga memiliki kekayaan geomorfologi, diantaranya: sumber
air, air terjun, gua, sumber air panas dan lubang-lubang kawah solfatara.
Sekilas Tentang Gunung Lawu & Prabu
Bhrawijaya V
Dikisahkan
menurut legenda bahwa terjadi prahara di kerajaan Majapahit antara ayah dengan
anaknya, atau antara Prabu Bhrawijaya (Bhatara
Wijaya) V dengan Raden Fatah yang memeluk Islam dan mendirikan kerajaan
Demak. Demak yang mengalami perkembangan secara pesat rupanya berpotensi menjadi
ancaman bagi Majapahit dan benar saja, Demak menyerang Majapahit beberapa waktu
kemudian. Kejayaan Majapahit yang sekian lama masyhur dalam menaklukkan
beberapa kerajaan di Nusantara akhirnya hancur berantakan di tangan Raden
Fatah, putra Bhrawijaya V.
Prabu
Bhrawijaya V lalu bermeditasi untuk memohon petunjuk dari Sang Hyang Widhi.
Setelah mendapat petunjuk, akhirnya ia melakukan perjalanan ke gunung Lawu.
Pada intinya, berjaya dan binasanya sebuah kerajaan merupakan titis tulis dari
Yang Maha Kuasa, sang Prabu sadar betul akan hal itu sehingga Beliau memutuskan
untuk tidak mengambil langkah keras dalam menghadapi Demak. Di akhir kisah,
Beliau pun tiba di Hargo Dalem dan di sanalah Prabu Bhrawijaya V ngahyang atau mokhsa.
Belajar Menghargai Dari Tradisi
Gunung
Lawu hingga saat ini menjadi gunung yang sangat disakralkan oleh orang-orang
Jawa, khususnya para penganut Kejawen. Jadi jangan heran bila beberapa tempat
yang dikeramatkan, dupa dan berbagai macam sesajen akan sering kita jumpai di
gunung ini. Itu sebabnya pendakian tidak hanya dimonopoli oleh para penggiat
alam atau organisasi Pecinta Alam saja, mereka yang memiliki tujuan tertentu
pun sering mendaki gunung ini. Ada yang datang hanya untuk berziarah di petilasan
Sunan Lawu, ada juga mereka yang datang untuk mencari keberkahan. Mata air yang
berada di Sendang Drajat diyakini warga bisa menyembuhkan berbagai penyakit,
itu sebabnya banyak pengunjung yang datang ke tempat ini untuk mandi lalu
pulang dengan membawa berbotol-botol air dari sumber air tersebut.
Sejatinya,
mendaki tidak hanya melulu tentang keindahan alam dan mensyukuri kebesaran
Tuhan, tapi juga mengasah moral dan adab kita untuk bisa menghargai perbedaan. Dengan
mendaki gunung Lawu, setidaknya seorang pendaki bisa mendapatkan pelajaran
tentang bagaimana menyikapi budaya dan kearifan lokal setempat dengan
bijaksana. Tradisi dan budaya leluhur yang turun-temurun dipelihara di sana
kiranya jangan sekali-kali diusik oleh istilah “musyrik”, karena bagaimanapun
juga agama dan budaya adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jadilah
pendaki yang pintar, karena pendaki tersebut adalah pendaki yang bisa menjaga
kelestarian alam serta menghargai budaya dan tradisi setempat. Jauh sebelum
agama-agama langit diturunkan, kebudayaan sudah terlebih dahulu berdekapan
dengan umat manusia di muka bumi. Karena agama adalah bibit unggul dan budaya
sebagai tanah yang subur.
Sekelumit
Kisah Bergambar :
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDzvBKQLrcTAovBqgfSVgUe2fS_o39YH0HuKCM3JdiW3HIySQ4NWvRAy7sDPXMwtHT4krGCQJ8Zddr_4J4bENA4Im82LTKJHuhhABpOFNUkp9qi124UdegCqY-vXcQImFIphxp-B08ZJEo/s640/IMG_3744.JPG) |
Suasana di stasiun Senen, Jakarta Pusat,
beberapa saat sebelum saya dan Jufri menuju Solo dengan menggunakan KA Brantas. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKwsvxXzOfn80jmuKRE4wbmvibQ2Hst7M95aYlZolF0gFDkuvLyKdW1VYl8GnVCv0cFrr29Mr1HMGKgdII-9n8n9wYEUs42oR0vhAhrEXy5OKzlODroM1YmfZ_vVJT1FvoEDQiL6-8CgzH/s640/IMG_3748.JPG) |
Menanti kereta di peron stasiun Senen. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKNxwYU1jdjis7oeWHKau288W8kDhtmoPs9Nn1O1Gph0nkqGhc7qV1aF4Cy9iWosmI5U_NnAkA0-TWsRa1ULIc3osixMQfaqOkJPMdbvOmHWyFP_bJDDUwjGRbhc7yArJX0anOgGMyywgl/s640/IMG_0016.JPG) |
Para penumpang kereta api Brantas tengah mencari
kesibukan di peron stasiun Cirebon Prujakan. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEie5KI3UuPS0L7hik-u6K8qGPKVSmiIy31DevpSADd-a8UKiexNDoUyeCv8l680l6hRWY66CKmO9dEpF3MBEzp0f24vOmoDAyFxnFcowiUfu5QyfIP8mFkjI6Vqd6m_8u1_M2r6THkqqTKo/s640/IMG20170506201804.jpg) |
Sebatang rokok selagi masih bisa. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuY2ayONabrNW68qsuTxUV4dx_KveHMhq_me8UNploLa-d6pudQ4KPFEYTeKyEUKSQSiWbujeggSb0UHqLreINWyeKkEfIP1pjxDAIl4GC74poBNsz9OSUne197yQu7o9shP8PmLSGxk7H/s640/IMG20170507050934.jpg) |
Stasiun Solo Jebres di pagi hari (doc: Jufri).
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgAK0043L_uFKyLI6VPz2Bl6wd61kLUdxNF4ygp5MlX4BoOiOFq7nX1NJn3yMG6bFspfzj0lq2uA0mrbFEJorWqz1Fa_2JterN2x5Ekcr-65WmXIMh4rDK3fbql7FMZ_XbeNUTljtml9HJ/s640/IMG_0035.JPG) |
Berpose bersama Fandi, teman sekaligus salah
satu admin Google Pendaki Gunung yang sengaja meluangkan waktunya untuk menemui
saya. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPP2V85GkUM_2SNndIE7eGl9ZN2pPULj62mK4PK_XNFHCdFqj5DMqXyYLaTCmug9inkuNdSTXBamfj6ekaPkjOcUwAcOuCipcx47KwKbL4zeGL49jvB0BefVL0NftTJTgqv5P2p3MIM8al/s640/IMG_3760.JPG) |
Toko Agus, toko yang menjual souvenir,
perlengkapan pendakian dan juga merangkap warung makan.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiF9j4A9SPPRNPJSxZVU072-8L2cZoOzS4uvjE0fIc50OMVjrMtWNTW_BZ9INk_ZGgGnThQ3U0-ikZbxHgyTxvz65Aj5GXHfAwEOLr1hyRnGI4wv5GwfRHnpMAUTHvb1uamwOldNf15XBKZ/s640/IMG_3761.JPG) |
Nasi goreng menjadi menu sarapan sebelum saya memulai
pendakian. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRVd1r6udjrFgJInBUrY62H6L8psVBS8WRRL2v5dbfh-_t7XQuA37FpD__UPguUZWXPCbzEvHq_WvxFiMxQyHQinG7isSfphyphenhyphenvPBk4MGPvv0o5twOn8woruN0lO4s3ETYXxSA0R6KFM0hf/s640/IMG_0044.JPG) |
Di gerbang Cemoro Sewu, Jawa Timur. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCBMowSFFObvYsq3rrhZEU0CX12YzN4my1G0hHQJKjGG6OEfDvRt-2ge8N2w_KZz08ApeDgBTATawqPZ2Xl2iiBDXDqlqjF_qt_erD17H0IZ498HLJiFn1OtMAq1TUozrs1UFgZ0_padNm/s640/IMG_3776.JPG) |
Sendang Panguripan yang tampilannya sekilas
mirip bangunan pos atau shelter. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi34doiwC0a46v29AbkgTBgmt3jydXOQm8q9dO8PWvQvtv4FV9eok6H-L18axCwbi6MlFQmrW1Nxim2hkkBc5xjWCClmIa7qgCjYwrsZvadUX7iFkOaUa6KLHo1s7CjUu2WbFi53uv_r1aG/s640/IMG_3774.JPG) |
Sesaji atau sesajen, satu hal yang akan sering kita
jumpai di sepanjang jalur pendakian gunung Lawu. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFWBoBet3s5SU5-91TwQiexXILtp0bTx42dgjf6m4SVN0iHGQ-rUMtpXXuj7GTR7pt6ZPPWbzKPxy-5ipnlzwKgdEEumG10h0-IaqcL7n8qC8OCH9hcR11QE_hsRZ-eD06-pMRrOCcc3QI/s640/IMG_3775.JPG) |
Bak penampungan air di Sendang Panguripan. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgCitEcOgmbLpwOGnthgOysypb1ioIXur17bCVQsjnycVmz5s_aqxmRXZvrJ64eTwB_grcm0sz0sMjqYIksJ9gQ7Z6klwANXCJb7OZpR-K4cuJyBjMH0PPuW-Cf8aiuKQH5jQ4eQf14ydAD/s640/IMG_3778.JPG) |
Bertemu beberapa pendaki remaja asal Sragen,
Jawa Tengah, yang baru saja turun menuju basecamp. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjh5fFuBVPfzRFiVtt6aUEfxsoA8UnQnhrTik0BaPYsh5lZoTvw9wzZSjlhXJ-Jb6teGMM1w8WoeJ7GKU8HcrW9g5ja-k86N7HtHjTpM1Baiu0O0rDtXxV5VQ-fMNfcIXRdnOFJTEXo51kG/s640/IMG20170507112008.jpg) |
Seletih apapun dirimu, tetaplah selfie… |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhO6jLkm9R1wIJZ00DQ0oGwxD6h2SQCV26qrcK2iL9-ja5EzpERIYJx6B92ddtByVSrxpQVFq0kPxVEa5Qb7KsW6xtSVGk_96B_BbcOampP7JZVLarZHPD0LUwvwlnUqdZjVjH21RIKXpne/s640/Blog+2.JPG) |
Jalak Gading yang lebih suka menapak dan
berloncat-loncat di jalur pendakian. Konon, hewan ini merupakan hewan
peliharaan dan kesayangan dari Prabu Bhrawijaya V. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_u57UAfUOT_xiuBE1rpXKwmkxQSzlH8GWd2D0Lc68ErMdSZdGI794Hb0DDAb6-moWdcM8Cb5JRCsbi6AaR6FpDmK2S0pSLSg_oHgQT8mnQfQXFY-cl8bF7-d4U-K1LwPYCXnCuK_oGG46/s640/IMG_3791.JPG) |
Jufri di sela-sela masa istirahatnya di pos II.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhR40e8Yab65iB5mJ-wWnvtWwjUUy66BA2a-JH3viIpJ7OmpvSVUhQ60rMC1mwEl_WubeGmYmMC8j4nWxOo7b0NuovnQbjiAQr45LdH5sgDPSG-K9zj80uyvcMFn20Lna0t1h35mh7MIMdK/s640/IMG_0086.JPG) |
Kolam di Sendang Drajat yang gambarnya saya
ambil pada saat Maghrib menjelang.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiH5fdO3mSMlHGPlnci5yPIK0QoIhdveG_URwW3oUJJl47G78ho5uPaLFqwsTsGwD7UAwHFFGzdLFw2lbs7Qoe5z6ka7DaQ_nbXBySc84SmT3LhJGHKSZwENmXPLL5RCp2h7q6hrbusaR1I/s640/IMG20170509052841.jpg) |
Tiga orang pendaki yang sedang menikmati
indahnya sunrise yang baru saja menampakkan diri dari cakrawala di sebelah
timur.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAY7jCvRgydnpVaFIwiyHQngWJrjl6nbXVfMNxFDVuF34kGhkZlydib6LcXKEmhvLvwGysSGWGfn87pbkuJDPa3h7sob-ypN4nhAo_7R2YcjK25qZV_-cAgVlBQCpfjlq_JhyphenhyphenjgdYB7lya/s640/IMG_3822.JPG) |
Menikmati setiap keindahan saat berada di puncak
Hargo Dumilah. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIndUgBWqztLOKOxz-fdWj2dfmKkgMsyPLmhpO5FwgU1bTJ80KJqGfy5Z91NqI-KceoM1jFRQsxcGaX2qSDFGZl6nhIxkqbmEEqzQ1W96pJaCS_KSuMpBqkk5P_H-P9xowF7id-SXc3mCS/s640/IMG_0120.JPG) |
Semakin tinggi matahari, permadani awan akan
semakin memudar. Itu sebabnya para pendaki harus cekatan berpacu dengan waktu
untuk bisa menyaksikan sunrise dan lautan awan di puncak gunung Lawu. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQ5h9Xdjz9wFtkQEtAo6l2FlLKfuT5yjccq0uU91oCyzbInSchFaxz26cYgxD9IMzFjwXvHoBysHc9RcvDNtAiRUj9xQiTlhI0kIypWyuAEnXN-8hYvhsTmsa_nrvDpfR7BoOlUAD7MNO1/s640/IMG_3838.JPG) |
Seperti biasa, ritual wajib kala mendaki gunung. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhX8uTmgYkABWIUyT4FVMMT2tMXWdkA3jQCTkYvKR1Y4whCR_iteOWFf7cLSsez3HgMumuo1yUBdznHqhhEd_RsJ16DDoyUjBzxK7y9Cp1uzjuN3tynlrDvresimBZyOIVLp8yQh2iZQvQc/s640/IMG_3846.JPG) |
Jufri tengah membuat teh tubruk selepas kami
turun dari puncak. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiTi5rf6goC0vGFN1gHkX3GO7TAw782K1h1WZhjZ0wmrAVG7wu5fiu0g4AqFL6fH7fXqfhBbVuCW4bQxSzcw48p4RJsNEY7mTwoDZhAKFm9LcBkos8_F0fIe8N6XxtWqktS0uN0VyaWADNR/s640/IMG_3854.JPG) |
Sumber air Sendang Drajat yang konon airnya
tidak pernah kering meski di kala musim kemarau berkepanjangan sedang melanda. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihcozN3U22lRtbF-vjWdEaZeDB0EQXtVDkJ9QpUaAlBz5S5QR6OM5CIcEkaTCYKZ9pVgG3qNBB6VM9DOkjs0H6Qu1W4bdtPDvq9PS_sxDDyN4jjt__BCX6h3HUyME0p8-oYEy-GOAuVmLr/s640/IMG_0123.JPG) |
Memasak french fries sebagai menu cemilan
selepas turun dari puncak.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj72j7SVq1WO2p6soqaAJHKsyH32wHimAhtX4IIze_MRlyEFxMua3xaBUqNAzMpfzZghSpAyy-9wYZa-b1ARSZ01xJrMUkCsINs5_KuL_0o12UUcEPWRpABUBMZS5El4f3vBgT7FuAATwCh/s640/Blog+3.jpg) |
Bunga Dandelion yang banyak tumbuh di sabana
maupun di lereng-lereng gunung Lawu. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg4fWTBjQnmylDQX1HIo2nsr9s_NyZQUhvqD2Kap4-bVNr-hLG3anGox-RYBumQIGKKrEqd8ULSw3ml9KU9Qszb8v9pUBVHB3Ay6qNj2HJf6NIJlJJ-oa920wjUAzQ6gN19oQChYo-gIUMT/s640/Blog+1.jpg) |
Tanaman Edelweiss yang memiliki ragam warna yang
menghiasi tanjakan menuju puncak Hargo Dumilah. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaxHsb3_Q1wChAv6HKDAiu5KZNNDioXDYkOmU2DYAVc-qCB9iVtyGP6VevHUnmpmPVxZvB8uLyKBjfsujuqJs_Ok26bbBuIqd7c6kKVT665bhi4oZSQPkrW1sEMoKselLoWQ1w43jJU6RD/s640/IMG_3880.JPG) |
Edelweiss ungu menjadi tanaman yang langka
karena hanya tumbuh di gunung Lawu saja. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgaY0xw-AIPFTwuGN0fO2YRZF6-NOQbbraJDh6H4p4EBXav7aa-vehONvJbte1VxfhKnX4F8r-IyhuO07mSuGPpMuDYBeHiKdAQTOyR3YCyYpbAQ-l3i161PjT8XamqiaV9i_-q4R6a3BgF/s640/IMG_0143.JPG) |
Sejatinya, gunung Lawu merupakan tempat bagi para
sebagian orang untuk melakukan napak tilas, berziarah maupun memperoleh
keberkahan dan kesaktian. Begitu pula dengan pendekar yang satu ini, yang tak
henti-henti melatih ilmu bela dirinya. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwmtnj6mStfTcaxZlDUp7uJuN9czVpHHrKZOZRTyvb1Tzre3g4ZnFLZurJpeHfZYYQcTslf8ZHX4Ab-mVW8qT6tWjroXA2dosyxKreP5l8i7aPBbLv2HA50JxJHq4HKTXFe7veej4Al7Io/s640/IMG_0163.JPG) |
Menghabiskan waktu di antara sabana dan lembah. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWihNCJhkNxX61-ibro5pzo6Obvc0nHeo-q5hkv9sDMOPYf8P3GXrv2XeGzA9OJpft0mOqtRwAfs9Zt6-Id13a1OnWl6JhNABj1CN0A4zdQaKBl2UdzpGhFzCg04Gf5Yb6kdQq37HtX6rZ/s640/IMG_0157.JPG) |
Ketika kesaktian telah diperoleh, pendekar muda
ini pun akan segera turun gunung untuk kembali kepada rutinitasnya: menagih
nasabah…!
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsAskfos6jP2uXH_iT6yAU0Fts9DXP_2PnhD2gwXydY22sGjtvDeZRiyJbkT7FMvLQ8I8VSmt13lbV_p3y_ViU__iSO4NdVwVEZizCSvKGgCtHVv0aUiRIsbib4aibRle0DhEXvMeoD7yi/s640/Blog+1.jpg) |
Selfie bersama pendekar muda… |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQP7DkV6TbhXTKBK3tXjXGhyNwtTtpfQELq8BI_IsyRwFztZrtCZ1ydOZBbdugJti1u87jbcX9bKS2NLrjXsXdg_cbRcUAdD_EpJ2-ypMMhrwj_hc-RnX8hRDUswQ1DEUIOGnsnBURNrh-/s640/Blog+2.jpg) |
Akar budaya harus tetap terjaga meski
ditengah-tengah kecaman dan hujatan beberapa oknum yang tak berbudaya.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6fJ5acm-Ce8mreHpdMiAP0uWiPA1hRaeOlcOrmYWaMl08qKytAzStubEKdH3RrJGvqN2L_0p92xP1iacseE95pi189YUn38KayPspyq089qlnQYLDL7XIuUXRHgDHvInblyOUWIuWF8UG/s640/IMG_0200.JPG) |
Berjalan di antara selimut kabut. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitKixwhyphenhyphenN6xneWX6rhFpVQRo8dpWYNW62Sh3oYbcAkSEXo8gkQ2ogMoTADdmBuCO0vOrR9qTWKd9TIZtRQ90ok_mTGJny1zqTwtsYPYseVg5UZVUa7l-B8a6KAa2mWDHtQwmpe6To3fLha/s640/IMG_0186.JPG) |
Menghabiskan waktu di bawah terik yang tak
terasa panas. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdQEuGf2RjAA-UiW8_rJNicyNrmxc2w7h98cStqmvLm_YrS9dwhps-K26bMbS8jaLakLuTa_HwsFqSmAq_rhwwdt587K970xIlRMpfbh7AhvkTvB9HN0ToFZv-nfqu3sFMDlk_pIApyMDX/s640/IMG_0224.JPG) |
Spot yang sangat luas untuk mendirikan tenda,
namun sangat riskan terkena hempasan angin yang berhembus langsung dari lembah.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7wokyVtY3QU99KMsr5FyOm_bbQwKECjysOfFIpd5Aj3m39F4ZRlro6o8eQEJ7NOm_XF6Q_zD0fwZa7mt-a4Qmr8vPg9Xu8_oaZ7qE4myFP2zUQeRKo5mOyzDqFtEnn7eCZLEwelqpUNv3/s640/IMG20170508112314.jpg) |
Beberapa peziarah asal Bogor tampak sedang
mengambil air dari Sendang Drajat untuk mereka bawa pulang. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgoI23_mrQnkUsnMeLu0F2sGHrM8cT3b6J5X-HvGRJuE4tjKcAf27kD7l8VuTpDjHSjm_qU6-YK4XGQtfE7h1eCx9tvss1bg23IC1hbUlSWIDCvdLMSdM3AWUuCAh0Ku5gyP1nn41burk2u/s640/IMG20170508101046.jpg) |
Nyaman ketika berlindung di dalam gua.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxuZc-H5W8VyYui-LmJZ7-mQwoDuFkKgvTOeRD9tXm1F1J3y84-vcL5ql-ZAux-iNzMWR7NAkUl6FeEOAaVnWyD9YzouFJevo2VA2cfWTPsHuj6OO5iGoTVSFfunKz6EGgL8GxVIM7ih6o/s640/IMG_3867.JPG) |
Saya tengah mengobrol dengan Pak Toyo, sang juru
kunci petilasan Sunan Lawu. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdxpFfNnNWwl4fqgBpVbxq3_aXUm0aXaX84W8eVVU4Kx2-2xgECPbeEuRF9ZzvMMbZJnLyGaIcdu1FlYbsa1j0VoizqQcrRgRq_uxuZZR34B6oWInrH7e_l4iqTL5HSEfT6I-OybFhF3Og/s640/IMG_3869.JPG) |
Pondokan sederhana ini merupakan tempat tinggal
Pak Toyo. Pendaki yang naik dari Cemoro Sewu dan akan menuju warung Mbok Yem
pasti akan melalui rumah tersebut. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1Eg_K7X_Z7SJ8l8kMz3AbrSZ7L8-ITbd2tOo1nbzUnfhPAdIO-W7BZw0WmmzIMr_gL7w16JZFtOG3TZuEmYJTFEXptrUCx_YPNiZ_0v_J3LoluYCSTgBFblN0tR-dSWjJYgvky35fBRRR/s640/IMG_3871.JPG) |
Pak Toyo juga menjual souvenir berbahan dasar
kayu kepada para pendaki. Anda harus pintar-pintar bernegosiasi untuk
mendapatkan harga yang cukup memuaskan.
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3KuReqJJV9269sdCpA01N_XzGpNOJyTkboERNz7DRH5U7c80pHXb_LKJ6ox4XlTqOSoRqYRNKB0C6rwXEQV3tlitY66qJahHvSIqxqoRHN6J5BKB-fS9nKP8XTtKWkYD9rW0Ypeem3fqm/s640/IMG_0233.JPG) |
Bendera yang diikatkan pada tugu Hargo Dumilah
bisa tertangkap lensa tele saya meski diambil dari Sendang Drajat. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHbh2qxPNCCM-SviTBwc63mHt1Nak8qW4l7TaKRMMRM7gTK9Ua2lbU1U8JyJBwOM7yk8Bt6wogW8EaNUJMikELvGUvtGaKu7z-a_QdndZWHF3YHo5WpXTBQppCZ1Ec1xJlECtBeRQQC7ZC/s640/Blog+1.jpg) |
Lautan awan di tempat kami membuka tenda… |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2wZp14O4NoO4a7yT1e0dMJFXdnhmkgIIkTtXZ5IVx333Y5FCuJKwXIbBUdY36dwKzQOaw-i6Xzh316EuLSKQKSilOZ4QTVfjWVesx8q5naQT2DKmT2UXLtIWm8E-E8UlKOibWEr0JiUHg/s640/IMG_3892.JPG) |
Menikmati pagi terakhir di gunung Lawu… |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjqQm3LskozCcFWerwcMvtKJHxj-9Fk1di9xgmG-LhqHxGw4BrvQs0HoSDnbxmE5KNME7_LUjaf8hp5S3ko-xfmaDdOlFcH-oaWbJ05On0zJQkVGNiRDwbrL_sUV9MKUvWoObrXTPhyphenhyphenKPhp/s640/vlcsnap-2017-05-11-03h59m50s650.png) |
Sekaligus menikmati hangatnya teh di atas
permadani awan. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgZpXHOvMnJ2EKLAnKO8WRATGDTWKFhyphenhyphenlaFj885wdptpnrldH1i8mKpdun1SXxv7Kk02bsH2viR4N9Kkon0yky1yZKZa4YLiqmbxUNWcwOmRmFXWYyhPG0yyGUR6g2MZu5pADPJ20Qdpec/s640/IMG_0239.JPG) |
Di bawah birunya langit. |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgh4yMBpgy3MxvPDXfjeBmnhTTV6K2_seFWykpB6WyClJHBFb50aOchs2WBO61VVlcrmpGYRVco7doL3reO-hgNbcF27IxiBlR5cRD3FDp6r7SL89YrjAJKYPNf1KS3MugfuAp1GmFlzEYC/s640/IMG_3912.JPG) |
Papan informasi yang memuat peraturan dan
larangan bagi para pendaki gunung Lawu via Cemoro Sewu. |
Special Thanks To :
Joko Hadi Wibowo
Affandi
Arik Nomo
Thanks for your kindness and the information.